BAB 6 (KARENA TUHAN MASIH MELIHAT bag1)

372 25 5
                                    

Surau tua dekat pesantren yang diasuh Kyai Harun hari ini Nampak sepi. Tak ada aktifitas santri seperti mengaji kitab, tadarus, muhafadzoh hafalan dan semacamnya. Hanya terlihat satu dua orang yang sekedar tidur-tiduran diserambi masjid. Itupun kebetulan seorang musafir yang  sedang lewat serta seorang tetangga pondok.

Hingga waktu mendekati kumandang adzan asar pun belum nampak rupanya para santri. Hanya seorang yang sudah tua dengan tongkat kayu hitam di genggaman tangan kananya.

Itu tidak lain mbah manar, muadzin surau tua satu-satunya diperkampungan itu.

Sampai waktu menunjukan kurang sepuluh menit memasuki waktu asar pun tak kunjung ada barang satu pun santri yang datang. Namun dari kejauhan nampak seseorang yang asing berlalu masuk dan duduk-duduk disekitar serambi masjid.

Jubah dan kopyah putih menjadi atribut yang dipakai oleh kemungkinan itu adalah musafir yang kebetulan lewat.

“Allahu Akbar Allahu Akbar”

“Allahu Akbar Allahu Akbar”

Kumandang adzan asar membahana. Suara itu masih enak didengar. Apalagi itu adalah kumandang dan seruan sholat. Seperti paket lengkap ibarat kata bila mendengar kumandang adzan Mbah Manar yang merdu.

Jangan salah, meski usia beliau sudah diatas tujuh puluh tahun namun semangatnya yang terkadang dapat mengalahkan semangat para muda-mudi.

“Allahu Akbar Allahu Akbar”

“La… ilaha illallah…….”

Barulah saat kumandang adzan Mbah Manar selesai beberapa gerombolan santri datang. Sebagian dari mereka langsung masuk masjid. Dan tidak sedikit dari mereka yang belum wudhu bergegas menuju tempat wudhu.

“Kyai katanya bepergian?”. Tanya Farhan pada Kang Hisyam yang menjadi abdi dalem Kyai Harun.
Hisyam hanya menjawab dengan singkat “Iya, Han”. Sambil mengangguk.

“Kalau begitu ngajinya libur tidak kang?”.

“Ya tetap ngaji lah, Han. Kyai berpesan agar kita menunggu beliau sampai beliau pulang”. Ucap Hisyam sesuai amanat dari sang Kyai.

Jawaban Hisyam diangguki oleh farhan dan beberapa kawan santri yang tidak sengaja mendengar percakapan mereka berdua.

“Sudah, sana. Lekas wudhu dan langsung jamaah asar. Siapa tau kini Kyai malah sudah pulang!”.

Satu persatu diantara mereka semua bergantian mengambil air wudhu. Semuanya wajib antri terlebih dahulu. Namun  bagi mereka yang antre wudhu dibagian belakang memanfaatkan waktunya sambil duduk-duduk sebentar.

Ada pula yang guyonan bersenda gurau dengan kawan-kawan disampingnya. Hal ini mendapatkan perhatian yang khusus dari Hisyam sebagai penanggung jawab keamanan dan ketertiban santri.

“Yang belakang jika masih guyonan maka sandal ini akan melayang”. Hisyam menekan kata sandal yang sukses membuat mereka semua terdiam.

Kembalilah mereka antre berjajar rapi. Satu persatu dari mereka sudah memasuki masjid. Kitab-kitab yang mereka bawa ditaruhlah pada rak khusus kitab yang ada disamping serambi masjid.

Kini hanya menyisakan Hisyam yang berdiri disamping pintu utama surau.
“Sudah didalam semuanya?”.

“Sudah, Gus. Monggo silakan biar saya yang iqomat”

Kini Gus Azka yang menjadi pengganti imam sholat rowatib jika sang abah sedang bepergian. Langsung saja Hisyam mengumandangkan iqomat dan Gus Azka yang bertindak sebagai imam sholat disini.

Sholat asar kali ini cukup khidmat meski tidak diimami langsung oleh Kyai Harun. Suasana yang tadinya lumayan riuh oleh pujian dan sholawat, kini terasa hening dan khusyu.

KYAI GURU HARUNWhere stories live. Discover now