BAB 4 (ANTARA MIMPI KEPADA LINGLUNG 2)

425 45 14
                                    


*****


“Assalamu’alaikum….”.

“Wa’alaikum salam warahmatullah. Masyaallah ji…”

Pagi yang sedikit mendung kala itu menelimuti suasana kampung yang masih dingin. Jarum jam pun belum sampai menunjukan pukul tujuh pagi.

Namun suasana itu berubah menjadi hangat manakala dua sosok karib yang kembali berjumpa. Senyum menghias dibibir sepuh Kyai harun dan Haji Karim. Beliau sudah tiba ketanah air setelah menunaikan ibadah umroh beberapa minggu lalu.

Ya, Kyai Harun telah sembuh dari sakit yang diderita beberapa hari lalu. Kini kedua karib duduk saling berhadapan. Ditemani sang istri pula yang membuat suasana senda gurau semakin hangat terasa.

Cangkir-cangkir berisi kopi berikut suguhan-suguhan tertata diatas meja dengan ukiran yang estetik. Senda gurau kala itu semakin dalam dan intens. Bagaimana mengenai kabar kota Makkah, Makam Rosulullah hingga cerita-cerita lucu pun tak ketinggalan menghiasi obrolan pagi itu.

Hingga pada saat Hisyam dan Fathir keluar membawa buah-buahan untuk suguhan suasana menjadi berubah.

“Wah kemarin kalau tidak salah sama sampean berdua kan kang “. Haji Karim menoleh ke Kang Hisyam dan Fathir.

Sedangkan baik Hisyam dan Fathir saling pandang bingung. Mereka berdua saling mengerutkan kening dan alis yang sedikit terangkat. Beberapa saat kemudian Hisyam berbalik bertanya kepada Haji Karim.

“Maaf pak haji, ada apa dengan kami berdua?”.

“Loh kalian kan kemarin menemani Kyai kalian saat di Makkah kan. Tepat sebelum adzan dzuhur kita bertemu. Tapi sayangnya Kyai kalian buru-buru”.

“Betul. kita kan belum sempat ngobrol banyak to kang. Kopi yang kami pesankan saja belum sempat kalian seruput barang sedikitpun”. Kini timpal istri Haji Karim
Masih agak lama mereka berdua mencerna.

Sedang Kyai Harun hanya acuh sesekali tersenyum sambil menyeruput kopi didepanya. Namun beberapa saat kemudian ketika Kyai Harun dan Haji Karim kembali berbincang berdua, sekelebat ingatan beberapa hari lalu muncul. Dimana saat dirinya sedang menjaga Kyai tanpa sengaja tertidur.

Dalam tidur itulah mereka berdua secara kebetulan dan bersamaan bermimpi diajak Kyai Harun ke Makkah mengunjungi Haji Karim dan istri yang sedang umroh.

Bagaimana bisa perjumpaan dzohir itu disampaikan langsung dari bibir Haji Karim dan Istri mirip seperti apa yang sedang dialami dalam kilatan mimpi kala itu.

Namun beda dengan Fathir, dirinya tidak ambil pusing dengan kejadian itu. Namun bagi Hisyam hal ini sukar dipercaya. Untuk sekedar mengucapkan pun rasanya sangat sulit.

“Enak tidak Syam mimpi ke Makkah?”. Ucap Kyai Harun sembari tertawa. Usai kedatangan sang karib.

“Diajak jalan-jalan kok malah bingung”. Lanjutnya

Hisyam yang masih belum menguasai keadaan pun hanya menunduk dan mengiyakan perkataan Kyai Harun. Benarkah dirinya secara dzohir berkunjung ke Makkah bersama sang guru?.

Apakah benar mimpi kala itu adalah wujud dirinya dalam ghaib namun dzohir bagi orang lain?. Entahlah, Hisyam masih bingung.

Hingga ucapan Kyai membuyarkan lamunanya

“Semoga mimpi itu menjadi tanda ijabah dirimu datang ke baitullah”.

Hanya kata amin yang menjadi jawaban Hisyam. Mengenai dirinya ke Makkah bersama sang guru dan Fathir melalui mimpi, entahlah.

Hanya Allah yang masih menyimpan sirr misteri itu bersama kebenaranya. Wallahu a’lam.

KYAI GURU HARUNWhere stories live. Discover now