BAB 8 ( DHOROBA ZAIDUN 'AMR, ZAID MEMUKUL 'AMR )

342 21 6
                                    

Selamat membaca....
.
.
.
.
.
.
.
.

Malam yang sangat sunyi nan pekat. Bahkan terasa dingin menusuk kulit hingga sum-sum terdalam. Wajar saja, saat ini baru turun hujan dengan lebat. Meninggalkan kubangan penih air berwarna keruh di sisi kanan dan kiri jalan.

Jalanan masih nampak basah. Lubang jalanan pun masih tergenangi air yang sangat sulit untuk kering.

Lalu lalang kendaraan malam itu tak seramai sebelumnya. Hanya terlihat beberapa kendaraan besar sesekali melintas. Sebab jalan ini bukanlah jalan besar penghubung antar kota. Lampu jalan yang disangga sebuah tiang tinggi sering kali dijumpai dalam beberapa radius meter. Cahaya temaram dari lampu seakan menambah hening suasana perjalanan dimalam hari.

" Nanti jika nemu masjid berhenti dulu. Kita solat isya mumpung masih ada waktu ". Ucap seorang pria paruh baya yang duduk disamping sang putera yang sedang mengemudi.

" Iya pak ". Jawab sang anak singkat.

Mobil hitam mewah itu membelah jalanan lengang dengan penerangan lampu jalan yang temaram.

Tanpa mereka berdua sadari dua pasang mata telah mengintai mereka semenjak memasuki gapura besar perbatasan desa. Sorot mata tajam yang sarat akan tindakan buruk. Atau lebih buruk lagi mungkin.

Belum juga sampai dimasjid terdekat, Pak Ruslan dan sang putera dihadang oleh dua orang yang misterius. Seluruh kepala tertutup kain hitam hanya meninggalkan mata yang tak tertutupi. Layaknya seorang ninja yang akan memangsa.

Pemikiran-pemikiran buruk pak ruslan dan putera semakin berkecamuk. Aura mematikan semakin menyeruak melalui pemikiran dan hati mereka.

Kedua orang misterius itu berjalan menghampiri mobil yang dikendarai pak ruslan. Dengan sangat kencang dua orang itu menggebrak kaca mobil dari arah kanan dan kiri.

" Turun ". Ucap salah seorang preman dengan lantang.

" Sekali lagi tidak turun, saya hancurkan kaca mobil mu ". Ancamnya.

Mau tak mau pak ruslan dan sang putera turun dari mobil. Tanpa diduga salah satu preman itu langsung memukul rahang putera dengan keras. Namun untung saja ia dapat menghindarinya meskipun mengenai sedikit.

" Ya allah nak ". Pak ruslan memekik kaget melihat puteranya dipukul.

" Pak, cari bantuan cepat ". Teriak putera.

Tanpa fikir panjang pak ruslan menendang selangkangan preman yang ada dihadapanya. Alhasil tersungkurlah.

Mendapati ada celah, pak ruslan berlari kearah pemukiman berniat meminta bantuan. Namun nihil, seluruh kampung sudah gelap gulita. Hanya beberapa lampu yang bersinar. Itupun halaman dan juga pos ronda.

Pak ruslan hampir putus asa. Antara takut dan khawatir. Berharap ada petugas pos ronda yang jaga. Tapi lagi-lagi tak dijumpai pak ruslan. Kemungkinan besar para petugas ronda sedang patroli keliling kampung.

Langkah pak ruslan semakin tergesa. Raut wajahnya penuh perasaan yang mengisyaratkan keburukan. Semua rasa takut, khawatir, panik dan resah bergumul menjadi satu.

Namun langkahnya terhenti. Ada sebuah bangunan aula besar dengan gerbang yang masih menganga lebar. Ditempat itu sangat terang benderang.

Pak ruslan merasa ada sedikit harapan. Semoga masih banyak warga yang belum tidur. Ia dekati tempat itu dengan langkah terburu-buru.

Gerbang itu sangatlah besar dan tinggi. Tak nampak seperti gerbang rumah. Tapi lebih mirip seperti gerbang pabrik atau pesantren yang rata-rata memang tinggi dan lebar.

KYAI GURU HARUNWhere stories live. Discover now