Gadis Iron Man

695 59 2
                                    

Abyan menyeret kaki. 

Abyan menyeret koper. 

Abyan menyedot ingus. 

Abyan menaikkan kacamatanya.

Abyan menatap hampa pada orang-orang di sekelilingnya. Orang sibuk berbicara di ponsel, kakak laki-laki membawakan tas pink adik perempuannya, pasangan turis mancanegara dengan topi lebar dan kacamata hitam, orangtua menjemput anaknya setelah satu semester yang panjang di sebuah universitas di seberang lautan, keluarga ber-selfie untuk terakhir kalinya sebelum berpisah dengan si ayah, sepasang kekasih berpelukan setelah terpisah untuk sekian lama. 

Diam-diam Abyan cemburu. 

Mereka sudah melaluinya. Mereka telah berhasil melalui masa-masa Skype, chatting, dan telefon. Dia baru akan memulainya. 

Abyan membebaskan tangannya sejenak dari gagang koper. Dia mengeluarkan handphone dari saku jaket, menurunkan masker flunya, menelefon Lana. 

"Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif. Coba beberapa saat lagi," kata wanita operator yang suaranya sangat terkenal itu, meski tak seorang pun tahu siapa namanya dan seperti apa wajahnya. 

Abyan mencoba lagi. 

Dan lagi.

Dan lagi. 

Dan lagi. Sampai dia muak mendengar suara operator wanita itu. 

Abyan menyedot ingus. Bersin. Ada percikan ingus di layar handphone-nya. Dia mengelapnya dengan lengan jaket, kemudian menaikkan lagi maskernya sampai menutup hidung. Akhirnya dia menulis SMS: Call me.

"Kamu baik-baik ya di Medan. Kalau ada apa-apa telefon Mama."

Abyan menyedot ingus lagi. Mengangguk.

"Kamu bawa obatnya di saku, kan?"

Abyan mengangguk lagi.

"SMS Mama kalau kamu sudah sampai sana."

Abyan mengangguk lagi.

"Jangan sedih gitu dong. Lana pasti sembuh. Mama yang jaga dia."

Mereka berpelukan, kemudian Abyan check in.

Abyan adalah penggemar peswat terbang. Dia selalu kagum dengan burung besi buatan manusia itu. Dia mengoleksi beberapa miniatur pesawat terbang. Di rumah Mamanya, dia meninggalkan satu kotak penuh dengan barang-barang kesayangan yang sebenarnya tidak terlalu penting, tujuh puluh persennya adalah segala hal yang bersangkutan dengan pesawat terbang. Ini adalah ketiga kalinya dia naik pesawat. Saat pertama kali, dia sangat bersemangat. Kedua kali, dia juga sangat bersemangat.

Tapi sekarang dia menyandarkan kepalanya, menatap keluar jendela pesawat sambil menyedot ingus, seperti lelaki tua yang sudah lelah hidup. Untuk sesaat, pikirannya melantur pada hukum Bernoulli dan sayap pesawat, dan bagaimana kiranya manusia membuat monster besi raksasa itu bisa terbang. 

Namun kemudian pikirannya kembali pada Lana dan rasa bersalahnya setelah apa yang mereka lakukan semalam. 

Abyan menjadi Batman. 

Ya, dia menjadi Batman semalam. 

"Jangan bilang..." Lana menatap Abyan dengan kelopak mata menganga lebar melihat papan nama toko di mana dia menghentikan mobil Mamanya. 

"Mau ikut?" 

Lana menyeringai sebelum membuka pintu mobil. Abyan membeli kostum Batman, sementara Lana membeli kostum Iron Man. Mereka membeli dua puluh paket makanan dari supermarket, kemudian memberikannya pada pengamen, pengemis, gelandangan, dan anak kecil yang mereka temui sepanjang jalan pulang. 

Down My SpineWhere stories live. Discover now