10. She is There

385 73 0
                                    

10. She's There

Your vote is so precious to me

Happy reading, Besties!


Suara ricuh itu terdengar memekakkan telinga. Deruman motor yang saling menantang bersiap untuk melaju mencoba menjadi nomor satu. Seorang gadis dengan pakaian minimnya maju ke hadapan dua orang yang saling menantang itu. Ia mulai menghitung dan pada hitungan yang terakhir, bendera ditangannya segera dikibarkan.

Secepat shinkanshen, dua pria yang mengendari kuda besi itu sudah melaju sangat cepat. Sorak sorai orang-orang disana beradu dengan suara motor mereka. Keduanya berusaha saling mendahului. Memacu lebih cepat dan menjadi pemenangnya.

Tak berselang lama, salah satu di antara keduanya kembali melewati garis pemenang. Laki-laki itu turun dan bertos ria bersama teman-temannya. Senyum kemengan terukir indah pada wajahnya yang tampan.

Dia adalah Aldi.

"Gila, keren banget lo, Bang." Naya bertepuk tangan kagum atas kehebatan laki-laki itu dalam memacu motornya.

Aldi mengacak-acak rambut Naya. Ia tersenyum manis kepadanya. "Lo juga hebat, Dekku sayang,"

Banyak yang bilang bahwa Naya dan Aldi terjebak dalam brother zone. Keduanya terlihat dekat dan mesra hingga beberapa gadis menatap iri pada Naya karena bisa begitu dekat dengan sosok tampan dan keren yang satu itu.

Namun pada kenyataannya, Naya hanya menganggap Aldi sebatas seorang kakak laki-laki yang menjaga dan menyayanginya. Demikian pula Aldi. Baginya, Naya adalah adiknya. Perhatian dan kasih sayang yag diberikannya pada gadis itu hanyalah sebagai seorang abang.

Lagipula, bagaiman ia bisa menganggap Naya lebih jika hatinya hanya tertarik pada seorang gadis lain.

Tak berselang lama, laki-laki yang tadinya menjadi lawan Aldi sudah kembali. Ia menuruni motornya dan melepaskan helm fullface yang melindungi kepalanya. Laki-laki itu juga tampan, tapi yang menjadi nilai lebihnya adalah dia terlihat manis. Langkah kakinya membawanya ke hadapan Aldi yang masih setia memasang senyumnya. Senyum mengejek yang selalu ia tunjukkan kepada rivalnya itu.

"Kali ini lo menang, tapi lain kali gue pastiin lo kalah." Fadli melempar kunci motornya kepada Aldi.

Aldi terkekeh lalu menyerahkan kunci motor itu pada salah seorang temannya. Memberikan kode lewat mata untuk mengambil motor Fadli yang kini beralih menjadi miliknya.

"Gue selalu siap buat menang dari lo. Apalagi kalau lo taruhannya Freyya." Aldi berbalik lalu menaiki motornya kembali.

Sebelum laki-laki itu menarik gas motornya, Fadli melangkah semakin dekat dan tanpa diduga memberikan satu pukulan penuh tenaga pada kepala laki-laki itu. Akibat mendapat serangan tiba-tiba itu, Aldi terjatuh ditimpa motornya. Laki-laki itu menggeram marah hingga kemudian bangkit untuk membalaskan serangan Fadli.

Perkelahian hebat itu menjadi tontonan yang menyenangkan bagi hampir sebagian besar dari mereka. Membentuk dua kelompok untuk saling menyoraki salah satu di antara dua lelaki tangguh itu.

Naya memekik kencang. "Bang Aldi!"

Laki-laki yang sering mengatakannya cacingan itu tersungkur di jalan dengan memar biru keunguan menghias wajahnya.

Naya hendak membantunya untuk bangkit berdiri, tetapi tubuhnya tiba-tiba ditarik ke belakang. Naya terus melakukan perlawanan. Namun entah mengapa kekuatannya melemah.

Fadli menendang Aldi yang baru saja berdiri. Tubuh laki-laki itu kembali ambruk di jalan. Dan terakhir kali, Naya melihat kedua matanya memejam.

"Abang!" Naya berteriak kencang. Ia menatap laki-laki yang menariknya itu dengan penuh amarah sebelum akhirnya memberikan tendangan melayang hingga mengenai lehernya. Naya berlari kencang ke tengah kerumunan di mana orang-orang mengelilingi Aldi.

Naya memangku kepala laki-laki itu dengan berderai air mata. Mulutnya terus meminta laki-laki itu untuk bangun.

"Awas aja kalau dia kenapa-napa, gue cincang lo!" Naya menatap sengit pada Fadli.

Laki-laki itu terlihat ngos-ngosan dan napasnya pendek-pendek. Perkelahian tadi di luar rencananya. Namun, ketika orang yang juga menaruh hati pada kekasihnya—Freyya, menginginkan gadis yang notabenenya sebagai pacarnya itu menjadi bahan taruhan untuk di balapan selanjutnya berhasil membuatnya naik darah.

Bagi seorang Fadli Effendy, Freyya adalah segalanya setelah keluarganya. Gadis itu memperkenalkannya pada perasaan yang membuat pipinya merona dan jantungnya berdetak berkali-kali lebih kencang saat berada di dekatnya. Menjadikan Freyya sebagai milik satu-satunya adalah tujuannya. Ia tidak akan mau membiarkan siapa pun berani mendekati apalagi mengambil Freyya darinya. Sebab Fadli begitu mencintai Freyya.

Tawa renyah dengan nada mengejek Fadli berikan pada Naya. "Lain kali kasih tau dia kalau gue nggak akan kasih cewek gue buat dia. Bajingan lemah itu nggak pantas buat Freyya."

Naya ingin melawan. Namun, teman-teman Aldi menghalanginya. Naya kini membantu laki-laki yang terkapar itu untuk dipindahkan. Semua orang menatap mereka, terutama laki-laki yang berdiri di sana dengan tangan terkepal. Raut wajah merah padam terlihat begitu jelas pertanda ia sedang menahan marah.

"Ayok pulang." Ia menarik lengan Naya kuat.

Naya menghempaskan tangannya kasar. Ketika gadis itu ingin ikut masuk ke dalam mobil yang akan membawa Aldi pergi, laki-laki tadi menyeret Naya dan membopongnya menjauh dari sana.

Naya berontak dengan memberikan pukulan dan tendangan pada tubuh itu. Sehingga sebelum laki-laki itu membawanya lebih jauh, Naya berhasil turun. Kedua mata Naya menantang netra gelap di hadapannya. Tak berselang lama, sebuah bogem mentah mengenai pipi laki-laki itu.

"Naya! Gue udah bilang jangan datang ke sini, tapi lo kenapa datang juga?" Ia berteriak kencang tanpa memedulikan rasa sakitnya. Kedua tangannya diletakkan pada bahu gadis itu dan mencengkramnya, tapi tidak sampai membuat Naya harus mengaduh.

Naya tertawa kencang. Mobil yang membawa Aldi sudah pergi beberapa saat lalu ketika ia berusah melepaskan diri dari laki-laki sialan ini. Namun, oang-orang yang menjadi penonton balapan tadi masih di sana. Kalau saja tidak ada si pengganggu ini, Naya pasti sudah tidak di sana lagi.

Tanpa merespon perkataan laki-laki itu, Naya memilih meninggalkannya. Ia mengendari motornya hingga melesat kencang.

Laki-laki tadi masih berdiri di sana dan menatapnya kecewa. Helaan napas berat terdengar darinya. Ia pun pergi dari sana bersama mobilnya yang terparkir tidak terlalu jauh.

"Kayaknya emang nggak ada cara lain lagi."

ᕦ(ò_óˇ)ᕤᕦ(ò_óˇ)ᕤᕦ(ò_óˇ)ᕤ

Bestie update 🥳

Bantu Vote, komen, and share ya besties✨

Makasih banyak udah Mau baca cerita ini. Baca sampai akhir yaa besties✨✨

Makasih Dan kalau suka balik lagi yaa.

Love u besties💙

Arasya J. XXV.XI.XXI

His Favorite GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang