25. Sick

335 60 0
                                    

★Happy Reading Besties★

25. Sick

Gadis berseragam putih abu-abu itu menuruni tangga dengan terburu-buru setelah ia tahu 15 menit lagi bel masuk sekolahnya akan berbunyi. Naya mampir ke dapur sebentar untuk mengisi botol air minumnya, tapi pada akhirnya Naya mengurungkan niatnya. Gadis itu berbalik pergi.
   
Adinda melihat Naya berbalik dan memanggil gadis itu dengan senyum menghiasa wajahnya. “Sayang, sini sarapan dulu.”
   
Damaris yang duduk sarapan bersama istrinya akhirnya menoleh pada Naya. Melihat punggung putrinya membelakangi mereka, Damaris merasa sedih.
   
Tanpa berbalik, Naya menjawab, “Nggak perlu.”
   
Naya berjalan keluar rumahnya dengan cepat, gadis itu menuju garasi hendak mengeluarkan Moren. Tapi, Naya baru saja teringat bahwa kesayangannya itu sudah lama tidak bersamanya. Gadis itu  berdecak. 
   
Naya:
Pagi pacarku....
   
Di tempat duduknya  Rudy terjekut mendapatkan chat yang muncul di pop up. Ia membalas pesan itu tanpa menunggu waktu lagi.

Rudy:
Pagi.

Naya:
Gue nebeng ke sekolah bareng lo ya.

Rudy:
Gue dah di sekolah.
Lo belum brgkt juga? Udah jam  berapa ini?

Naya:
Telat bangun.
Ya udah kalau gak bisa jemput
Gue mau tidur lagi:)
    
Rudy beranjak dari kursinya dan mengambil jaketnyaya, laki-laki itu berjalan terburu-buru. Di pikirannya sekarang adalah bagaimana agar bisa menjemput Naya dan sampai di sekolah tepat waktu.
   
Alex yang berjalan ke arah kelas tanpa sengaja bertemu dengan teman sebangkunya itu. “Woi, mau kenapa lo?”
    
Rudy berbalik dengan kaki tetap melangkah. Laki-laki itu berteriak, “Jemput pacar gue!”
   
Alex menatapnya tidak percaya dengan mulut sedikit terbuka. “Katanya cuma bohongan, tapi kok beneran jadi ojek.”  

-ᄒᴥᄒ-

Suasana kelas gadis itu sekarang benar-benar hening. Semua menunggu guru Geografi mereka selesai membagikan soal ulangan harian. Naya benar-benar tidak ingat jika hari ini ada ulangan. Gadis itu menatap soal yang sudah diterimanya.
   
Naya menarik napas dalam-dalam, ia sedikit memijat pangkal  hidungnya. 10 soal yang isinya diminta untuk menjelaskan materi di bab yang tiga hari lalu mereka selesaikan. Dan yang lebih menyebalkan lagi adalah kebanyakan dari soal itu, Naya tidak tahu harus menuliskan apa.
   
Naya memegangi perutnya yang terasa kram dan pinggang yang nyeri. Gadis itu merasa dingin untuk pagi yang cerah. Ia meraba keningnya dan merasakan ada titik-titik air yang timbul di sana. Ia membuka telapak tangannya dan melihatnya sudah memucat. Tubuh Naya terlihat lemah.
   
Ketika Bu Evi menyuruh mereka untuk mulai mengerjakan soal, Naya pertama kali menuliskan nama, kelas, dan juga tanggal ulangan hari ini. Gadis itu melihat tulisannya yang biasanya kurang rapi kini semakin tidak rapi karena pada saat menulis tangannya gemetaran dan tak bertenaga.
   
Naya menoleh ke samping, Dila sedang berusaha mengerjakan soalnya. Gadis yang manahan rasa sakit yang semakin terasa itu berbisik pelan memanggil Dila.
   
“Dil, temenin gue ke UKS, gue nggak kuat lagi,” lirih Naya dengan wajah memelas.
   
Dila mengangguk lalu meminta izin kepada Bu evi. Kedua siswi itu berjalan bersama-sama menuju UKS. Di tengah jalan, Naya terjatuh. Dila segera membantunya berdiri, tapi gadis itu tidak bisa.
   
“Nay, bangun. Dikit lagi udah sampai, kok,” ucap Dila.
   
Naya menggeleng. Tubuhnya benar-benar tidak kuat lagi berdiri apalagi untuk melangkah. “Nggak kuat lagi.”
   
Dila menatap Naya kasihan. Tidak mungkin mereka terus dalam posisi seperti itu. Ia melihat sekelilingnya dan tak jauh dari mereka,  Rudy beserta Alex baru saja keluar dari ruang guru membawa tumpukan buku tulis.
   
“Rudy!” Dila berseru.
   
Laki-laki itu menoleh dan tersenyum membalas sapaannya lalu melanjutkan langkahnya.
   
Naya yang melihat itu langsung mencibir, "Rudy bego, pacarnya mau pingsan di sini, tapi malah pergi. Gue sumpahin lo kesandung.”
   
Benar saja terjadi. Laki-laki itu nyaris saja terjatuh akibat kakinya tersandung. Alex yang berdiri di sampingnya tertawa kencang dan tidak lupa mengatainya.
   
“Dil, lo nggak mau gendong gue, kan?” Naya bertanya.
   
Dila menggeleng. Meski tubuh Naya lebih kecil dari tubuhnya, namun ia tetap saja tidak mungkin bisa melakukan itu.
   
“Samperin si tolol itu,” kata Naya dan Dila mengangguk.
   
Dari kejauhan, Naya melihat  Rudy memberikan buku yang dipegangnya kepada Alex dan kemudian berlari ke arahnya.
   
Sesampainya di depan Naya,  Rudy berjongkok. “Naik ke punggung gue,” pinta   Rudy.
   
“Nggak. nanti dada gue kena ke punggung lo.”
    
Mendengar alasan Naya yang memang ada benarnya juga,  Rudy mengubah posisinya menjadi berdiri. Ia menarik tangan Naya dan sedikit memaksa gadis itu untuk menegakkan tubuhnya. Tanpa memberitahu lebih dulu,   Rudy menunduk sedikit dan langsung meletakkan tangannya ke belakang lutut dan tengkuk gadis itu.
    
Sesampainya di uks,  Rudy segera membaring tubuh Naya di atas tempat tidur. Gadis itu masih sesekali merintih dan bergerak seperti cacing kepanasan.  Rudy menatap Naya khawatir.
   
“Nay, diminum dulu obatnya.” Dila memberikan tablet kecil beserta segelas air hangat kepadanya.
    
Rudy membantu Naya duduk. “Diminum biar sakitnya berkurang.”
   
Naya mengambil tablet itu dan meminumnya. Gadis itu menyodorkan kembali gelasnya kepada Dila.
   
“Dil, lo balik aja ke kelas. Bilang gue nggak bisa ikut UH,” kata Naya dengan suara pelan. Gadis itu memeluk perutnya erat. Rasa sakit itu semakin menjadi.
   
“Gue nggak kuat lagi,” ucap Naya lagi. Airmata gadis itu tiba-tiba luruh membasahi pipinya.
   
Dila sebenarnya tak tega meninggalkan Naya, tapi Naya terus menyuruhnya pergi.  Rudy masih berada di sana bersama Naya. Ia melihat gadis itu merintih dan terus-terusan mengaduh.
    
Rudy memanggil seorang nakes dan memintanya untuk melihat kondisi Naya. Perempuan dengan pakaian berwarna putih itu menyarankan Naya agar lebih baik pulang.
   
“Gue minjem mobil temen gue dulu, ya.”  Rudy bergegas pergi dari sana.
   
Tak berapa lama  Rudy kembali datang dan segera membawa Naya masuk ke dalam mobil. Laki-laki itu membaringkan Naya di kursi tengah.
   
“Bentar lagi sampai, Nay,” kata  Rudy. Laki-laki itu tidak kuat mendengar Naya terus merasa kesakitan.
    
Rudy membantu Naya turun dan kembali menggedong gadis itu memasuki rumahnya.
   
“Kamar gue di atas.”
    
Rudy melangkah cepat menaiki anak tangga dan mendorong pintu yang ada di dekatnya. Lalu, membaringkan Naya di atas tempat tidur.
   
“Lo pulang sana!” usir Naya dengan nada kesal. 
    
Rudy mengangguk. “GWS, ya.”
   
Setelah  Rudy pergi, Naya berteriak kencang. Nyeri di perutnya semakin menjadi.

"Naya, kenapa?" Adinda tiba-tiba datang. Ia tadi sempat melihat Rudy membawa Naya ke atas. Wanita itu takut sesuatu terjadi pada putrinya.

"Gak bisa liat, ya?!" Naya marah. Kenapa orang-orang terlebih wanita itu selalu bertanya padahal sudah tahu apa yang sedang terjadi.

Adinda melihat Naya terus merintih sambil memegangi perutnya. Wanita itu segera turun ke dapur lalu kembali dengan hot water bag.

"Biar sakitnya berkurang," ucap Adinda setelah meletakkan hot water bag ke atas perut gadis itu.

"Keluar."

-ᄒᴥᄒ--ᄒᴥᄒ--ᄒᴥᄒ-

Hi, Besties ✨

Ini part kedua untuk hari ini. Thanks yaa udah sempatin baca. Votment jangan lupa ya hihihi

Selamat beraktifitas yaa

Love u all 💙

Arasya J

XV.XII.XXI

His Favorite GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang