Lie

1.4K 200 7
                                    

Rindu. Begitu batinku tanpa sadar saat melihat ke arah Chenle, si pendek culun yang selalu membawa buku kemanapun dia pergi. Namun itu semua hanyalah covernya, selama aku dekat dengannya, dia tidaklah seculun tampilan luarnya.

Kalau mengingat hal itu, rasanya aku ingin tertawa keras-keras. Menertawakan bagaimana bodohnya aku yang berlaga sebagai orang yang jatuh cinta padanya.

Hanya karena sebuah tantangan dari temanku, aku tiba-tiba saja menjadi sedekat itu padanya. Lelaki berkacama yang selalu menyendiri di kelas, aku datang padanya dengan membawa banyak sekali perhatian. Mengingatkannya makan, menemaninya ke perpustakaan, mengantarkannya les. Semua itu aku lakukan dulu.

Ya, dulu. Sudah satu tahun sejak aku terjebak di permainan yang kubuat sendiri. Terjebak didalamnya tanpa tau cara untuk keluar.

Lucu sekali bukan? Aku adalah orang yang memulai permainan tapi aku juga yang kalah.

Kalau kuingat kembali dimana saat kita sangat dekat dulu. Banyak sekali hal yang belum pernah aku lakukan, tapi aku melakukannya bersama Chenle.

Aku ikut terjun ke dalam dunianya, dunia yang Chenle buat untuknya sendiri. Dimana didalamnya aku benar-benar menjadi manusia yang terlahir kembali.

Chenle membuat dunianya sangat indah, dia mempersilahkan aku untuk masuk dan mecoba hal baru didalam dunianya.

Bahkan, aku pernah tidak mau pulang saat Chenle mengajakku ke tempat bermain skateboard. Aku terus saja bermain walau hanya sebentar tubuhku bisa berdiri di papan beroda tersebut. Jatuh dan penuh luka, tapi aku malah menampilkan senyum dibanding meringis kesakitan.

Sejak saat itu, tidak ada lagi hari-hari dimana aku selalu menghajar murid lain bersama temanku. Aku memang seorang berandalan sekolah, pernah sekali aku mengganggu Chenle saat lelaki tersebut lewat didepan kami yang sedang berkumpul. Melemparnya dengan sampah dan juga putung rokok, bukannya merasa bersalah aku justru ikut menyiramnya dengan minuman ku lalu aku minta dibelikan kembali.

Ya begitulah hariku sebelum benar-benar jatuh ke dalam pesonanya.

Teringat saat terakhir kali aku berbicara padanya. Di malam yang diguyuri oleh hujan aku meminta untuk bertemu di sebuah jembatan kota, menelepon Chenle untuk segera datang walau tau hujan sedang deras-derasnya.

Entah kenapa hatiku sebegitu inginnya melihat Chenle malam ini, tanpa sadar aku termenung di pinggir jembatan. Memainkan payung hitam yang ku pakai, memutar-mutarnya. Menunggu Chenle datang.

Suara langkah yang terdengar membuatku menoleh dan menatap seseorang yang berhenti di ujung sana. Memakai pakaian tidur tanpa jaket, aku buru-buru menghampirinya dan melepaskan jaket yang kupakai. Kuberikan padanya, namun gelengan itu membuatku urung dan kembali memakai jaket kulitku.

"Ada apa?" tanya Chenle dengan nafas yang memburu, keringat di dahinya tanda bahwa dia dengan tergesa datang hanya karena sebuah panggilan dariku.

Aku membuang asal pandangan, kemudian menopang wajah pada batasan jembatan.

Terdiam cukup lama untuk mempertimbangkan ulang alasanku menyuruh Chenle untuk datang selarut ini.

Kubuang nafas kasar lalu berbalik menatap Chenle yang sedari tadi tak merubah posisinya.

"Taruhanku selesai." itu yang aku ucapkan. Wajah di depanku masih seperti biasa, datar namun lembut tatapannya. Dia pasti tau maksudku bukan?

Chenle menghela, dia membawa tangannya ke arah pundakku, menepuknya lalu berbisik.

"Begitu." suaranya begitu dingin. Aku seketika tergagap saat dia kembali ke posisinya. Chenle tersenyum sambil memasukkan satu tangannya ke dalam saku piyama.

"Aku benci pembohong." setelah itu Chenle berbalik, meninggalkan ku yang masih terkejut dengan ucapannya barusan.

Hujan semakin deras, aku kembali menopang wajah di batasan jembatan dengan tangan kiri. Menatap ke bawah yang memantulkan bayanganku, aku tersenyum miris. Harusnya aku sudah tau apa yang akan terjadi setelah aku berucap seperti itu.

Beginikah rasanya? Padahal aku sendiri yang membohonginya, tapi kenapa juga aku yang merasa dibohongi?

Apa aku tanpa sadar menyukainya? Apa aku tanpa sadar mengharapkan cintanya? Apa aku tidak tau diri?

Begitulah malam yang kuhabiskan di bawah hujan. Menyesali perbuatan yang aku lakukan pada lelaki culun itu, di bawah hujan juga aku tersadar bahwa selama ini aku sudah jatuh cinta padanya. Jatuh cinta pada orang yang aku bohongi.

[•]

Chenle berteduh di sebuah ruko. Melempar payungnya asal dan menendang tempat sampah yang ada di samping. Nafasnya memburu kesal, lalu dia menatap pantulan dirinya yang ada di kaca ruko.

"Aku benci pembohong, namun aku selalu mengatakan kebohongan."

Ya, Chenle benci pembohong. Namun dia juga sadar bahwa dia adalah orang yang selalu mengatakan kebohongan.

Kebohongan tentang dia yang tidak jatuh cinta pada Jisung, kebohongan bahwa dia tidak akan pernah peduli pada perhatian Jisung yang ditunjukkan padanya, walaupun dia tau bahwa itu semua hanyalah guyonan Jisung dan teman-temannya.

Kebohongan saat Jisung menatapnya dengan lembut, kebohongan saat dia membalas tatapan lembut itu dengan dingin.

Seharusnya dia tidak boleh terjebak di dalam permainan Jisung, harusnya.







- End -

Semoga suka ✌

Short Story [jichen]Onde histórias criam vida. Descubra agora