26. Tuduhan

540 50 0
                                    

Hyunjin mengeratkan genggamannya pada lengan Renjun yang menahan tubuhnya agar tidak rubuh.

"Terimakasih ssh. Hyung, sakith. Aku tidak kuat berdiri."

Mengerti akan apa yang di rasakan oleh Hyunjin, Renjun lantas perlahan mengubah posisi mereka menjadi duduk. Hyunjin tersenyum penuh arti. Ia merasakan sebuah kenyamanan dalam dekapan Renjun.

"Tahan sebentar, ya?"

Renjun merogoh saku celananya guna mengambil handphone-nya. Namun, tidak ada. Handphone-nya terjatuh saat orang-orang suruhan itu memukuli tubuhnya. Kini, benda pipih itu berada di sebelah kanannya, dengan jarak sekitar tiga meter.

Renjun berniat mengambil benda pipih itu guna menelpon Ambulans. Namun, tangan Hyunjin menahannya.

"Ti-dak perlu. Seperti ini saja. Pelukanmu hangat, aku suka, hyung akh."

"Lagi pula percuma."

"Hyung, boleh aku min-ta sesuatu?"

"Apa?"

"Hyung, maafkan abeoji. Tolong jangan beri ia hukuman pidana eungh. Aku yakin ia akan berubah."

"Hyung, ia hanya menjadi alat. Dalangnya adalah Tante Sohee. Sshh ia yang menghasut abeoji untuk melakukan semuanya. Aku tahu, abeoji sudah membuatmu dan keluargamu menderita, tapi tolong maafkan, ya?"

"Aku yakin ia akan berubah setelah ini. Tapi, jika setelah ini ia masih menyakiti atau pun mengganggu keluarga kalian, maka aku tidak akan melarangmu menghukumnya."

"Aku tidak memaksa, hyung. Aku tahu ia sudah keterlaluan."

"Akhh hyung maafkan aku, ya? Aku pernah mencelakai Jeno hyung. Maaf, karena telah sering menyakiti Jaemin, Chenle dan Jisung. Aku benar-benar minta maaf."

Renjun hanya mengangguk. Pemuda itu tidak sanggup mengatakan apa pun. Perasaannya sungguh campur aduk.

"Hyunjin!"

Keduanya lantas menoleh. Tampak Jihoon tengah berlari dengan tergesa menghampiri mereka.

"Jihoon~ah." Lirih Hyunjin.

"Apa yang terjadi?" Tak bisa di pungkiri, kini remaja itu menangis melihat keadaan sang sahabat.

"Hyunjin~ah, hiks bagaimana bisa?"

"Semuanya akan baik-baik saja, aku yakin. Akh Jihoon~ah, t-tolong berikan ini pada eomma."

Jihoon menatap lekat-lekat handphone milik Hyunjin.

"Video ini, t-tunjukkan pada eomma."

Jihoon mengangguk, lantas ia meraih telapak tangan Hyunjin lalu di genggamannya erat-erat.

"Kau harus kuat. Ah, ya sebentar, aku akan menelpon ambulans."

"Tahan, ya? Sebentar lagi ambulans datang."

"Jihoon~ah, katakan pada abeoji, tolong jangan menyakiti dan mengganggu keluarga Renjun hyung lagi. Itu permintaan terakhirku."

"Katakan juga pada abeoji dan eomma kalau aku menyayangi mereka. Dan selamanya aku akan tetap menjadi Hyunjin-nya mereka. Putra mereka."

"Akh... Uhuk uhuk... Hiks, sakit Jihoon~ah."

"Kau pasti kuat. Tahan sebentar lagi, ya? Kau akan baik-baik saja! Kau pasti akan pulang dengan keadaan baik. Eomma-mu pasti menunggumu, bertahan, ya?. " Hyunjin menggeleng.

"Tidak. Aku tidak mau. Shh, ini lebih baik, Jihoon~ah. Ka-lau aku pulang dengan keadaan baik nanti, abeoji pa-sti akanh menghukumku. Jadi, dengan seperti ini abeoji tidak akan menghukumku."

7 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang