1.7 - Ujung Labirin

759 127 24
                                    

—————

Beberapa mobil yang tadinya terparkir cukup ramai di halaman depan rumah milik keluarga Myoui pun kian lama semakin berkurang setelah proses pemakaman dilakukan tanpa adanya kendala. Hanya saja cuaca yang mendung, seperti akan turun hujan lebat. Awan abu-abu pekat dengan kilatan tanpa bunyi yang sesekali membuat Mina tersentak saat melihat cahaya diluar kaca.

Wanita yang kini sedang terduduk diatas sofa ruang tamu itu hanya bisa menghapus bagian pipinya yang kembali basah, mengusap bagian mata yang membengkak akibat menangis. Dirinya sungguh dilanda berbagai macam serangan secara bersamaan seolah-olah dirinya membuat kesalahan dimasa lampau.

Mulai sekarang, rumah minimalis yang dirinya bangun untuk kedua orang tuanya pun akan terbengkalai sebab tak ada lagi yang akan menghuni. Mina berencana untuk menjual rumah beserta tanah disekitar sini saja dari pada nanti rumah yang semakin lama didiamkan akan menambah hal yang tidak-tidak.

Walau pun beberapa kebun sang ayah masih banyak yang berbuah, Mina bisa memetik beberapa untuk diambil dan dibawa pulang seperti strowberi milik ibunya dan beberapa sayuran milik ayahnya.

"Mina-ssi, makanlah dulu, sudah dari kemarin kau belum mengisi perutmu itu dengan nasi," tutur Jeje yang datang dari arah dapur mendekat kearah Mina sambil tangannya membawa nampan berisikan bubur ayam dan air putih panas. "Setidaknya jangan membuat dirimu sakit, ayo makanlah setidaknya hanya tiga sendok makan saja." lanjutnya yang masih kekeuh dengan pendirian.

Melihat Mina menggeleng pun langsung membuat wanita Jung itu menghela napas. Lelah sebenarnya tapi dirinya harus berusaha kuat untuk bisa mengembalikan senyum manis Mina seperti dulu. Senyum yang terkesan ramah, sopan dan anggun.

"Je, kau masih akan disini, kan? Kau masih akan tetap bersamaku, kan?" pertanyaan yang keluar dari bibir Mina pun sontak membuatnya kembali mengerutkan alis. Iya, Jeje tau jika faktor seperti ini wajar dialami oleh seorang anak yang baru saja ditinggal oleh orang terdekat.

Tapi, nada bicara Mina terkesan berbeda seolah bibirnya itu sedang mencoba untuk menyembunyikan sesuatu dan ingin meminta dirinya juga ikut diam.

"Tentu saja, aku akan tetap bersamamu. Bekerja seperti biasanya dan tentu aku akan lebih banyak menemanimu mulai sekarang." jawabnya diakhiri senyuman tipis yang sangat tulus.

"Aku ... Takut, Je. Aku takut."

Kalimat yang dilontarkan wanita Myoui itu kembali membuat Jeje menjadi tegap hingga kini dirinya kembali bertanya, "Apa yang kau takutkan, Mina-ssi? Sungguh, kau aneh sekali sejak kita pulang dari tempat pemakaman."

Pikiran Jeje sudah dipenuhi berbagai macam hal-hal negatif mengingat mereka hanya berdua saja yang tinggal dirumah itu. Rumah yang baru saja ditinggali oleh pemilik lama, bahkan para maid yang bekerja juga sudah undur diri.

"Aku---," kalimat Mina terjeda saat ponsel yang dalam saku celana hitam longgarnya bergetar walau tanpa suara.

Mina kembali diserang oleh suatu perasaan yang semakin membuat hatinya kian sakit. Jeje yang sedari tadi menyadari tingkah diamnya Mina pun sedikit mengintip dari samping hingga tidak sengaja melihat siapa nama si pemanggil.

Oh, pantas saja. Pasti ada masalah lagi. Lanjutnya membatin.

***

DOCTOR & CEO ✓Where stories live. Discover now