T I G A B E L A S||•13

12.5K 2K 55
                                    

Didalam sebuah ruangan yang dibilang cukup mewah, dengan interior klasik beserta hidangan premium tertata dengan begitu apik diatas meja yang berasal dari ukiran kayu mahoni. Dentingan suara sendok yang beradu, mengisi suasana aneh diantara lenggang nya meja itu.

Apa-apaan ini?! Ini benar benar tidak nyaman sehingga rasanya ingin memuntahkan kembali daging sapi yang baru saja kutelan, padahal sayang sekali daging dengan kualitas dan rasa yang spektakuler ini harus dirusak dengan suasana tidak menyenangkan ini.

Ayah, Der, tolong hentikan, tangisku dalam hati saat dua pria itu tak hentinya melempar hawa dingin tanda perseteruan, entah apa yang mereka rebutkan. Dan sialnya aku duduk tepat diantara keduanya. Kulirik Ale yang duduk bersebrangan dengan ku, ia terlihat tenang dengan Rafellio yang duduk tepat di samping nya, yang justru membuatku cemas.

"Lio," suara ku memecah keheningan yang mencekam ini, "kenapa kamu tidak ikut makan? Apa hidangan nya tak sesuai selera mu?"

Pemuda berambut pirang itu tersenyum, yang entah mengapa membuat firasat ku jadi tak enak, "tentu saja tidak Ely ku sayang, aku sudah kenyang dengan hanya melihatmu."

Uhuk-! Aku tersedak, buru-buru ku habiskan segelas air. Pipiku memerah, terasa panas tapi tengkukku terasa ditusuk hawa dingin nan mencekam. Kulirik sang Duke yang sedang memotong steak dengan penuh penekanan sedangkan matanya menatap tajam ke arah Rafellio.

Ugh... Setelah ini tamat sudah riwayat mu Lio.

"Ugh... Kini apa tujuanmu disini, Lio?" Ku datarkan nada suaraku sembari menahan jemariku yang gemetaran. Jujur saja aku masih takut berhadapan dengan pemuda pirang itu.

"Kau pastinya lelah bukan setelah pulang dari pembasmian, lagipula nanti malam ada perjamuan untuk merayakan kemenangan mu."

Senyum Rafellio kian melebar, "jangan khawatir, aku memang lelah, tapi rasa rinduku padamu lebih besar dari rasa lelahku," Rafellio mencondongkan tubuhnya kearahku, "lagipula apa salahnya mengunjungi partner ku?"

Mulut ku terbuka, bersiap meluncurkan kata, namun, "apa kau belajar membual saat pembersihan?" Sela Duke Lacrux, sarkas.

Tawa Rafellio pecah, entah apa yang lucu hingga pemuda itu terbahak diantara suasana mencekam ini, membuatku yakin pemuda itu memiliki selera humor yang aneh.

"Candaan yang lucu, tuan Duke," Rafellio mengusap ujung matanya, namun seperkian detik berikutnya ekspresi berubah dingin, seolah tawa sebelumnya hanyalah halusinasi, "bukankah Anda sudah sepakat sebelumnya?"

"Tapi bukan berarti kau bisa seenaknya," desis sang Duke tak mau kalah.

Udara kian mendingan, entah itu hanya perasaanku saja, tapi tenggorokan ku terasa seperti tercekik.

Tuk!

"Saya sudah selesai," Aku letakkan garpu dan sendok, bangkit lalu membungkuk hormat ke arah sang Duke, "saya pamit dulu."

Tanpa basa-basi lagi aku beranjak meninggalkan ruangan yang membuat ku merasa tercekik itu.

Tubuhku melesak dalam lembut dan empuknya kasur, menghela nafas lega, akhirnya aku bisa lepas dari Suasana mengerikan itu. Baru beberapa detik mataku terpejam, sebuah kertas jatuh tepat di dahiku, cepat-cepat kubuka lipatan kertas itu dan membaca isinya.

Libur, aku akan berkencan dengan yena.

-GB

Aku mendengus sebal, "dasar bucin."

Tiba-tiba kertas yang kupegang berkilauan, lalu muncul sebaris tulisan.

Iri? Makanya cari pacar biar gak ngenes.

Evil Sister In Novel BL(REVISI)Där berättelser lever. Upptäck nu