BAB 3 - Mawar Berduri.

178 37 6
                                    

Sakha menahan napas.

Bergerak satu senti pun tak bisa ia lakukan tatkala ujung runcing dari tombak yang pemuda di hadapannya diarahkan ke depan leher, membuatnya takut untuk sekadar meneguk saliva yang seakan mulai membanjiri mulut.

Dengan gemetar, Sakha menaikkan kedua tangannya ke atas secara perlahan. Ia mencoba memberikan tanda bahwa ia tidak bersenjata dan menyerahkan diri.

Melihat bahasa tubuh yang Sakha tunjukkan, pemuda di hadapannya merendahkan tombaknya. Namun, ia tetap menggenggamnya erat. Ia cukup waspada dan berjaga-jaga siapa tahu ia dikelabui.

"Cepat katakan, siapa dirimu!" Pemuda dengan rambut biru yang berkamuflase dengan warna langit di belakangnya itu berteriak sambil terus menggenggam erat tombaknya dan memasang kuda-kuda siaga.

"A-aku Sakha dan aku tidak berbahaya."

Si rambut biru justru tersenyum miring dan berusaha keras menahan tawanya yang sudah di ujung bibir.

"Lucu sekali, tapi aku tidak akan tertipu." Dalam sepersekian detik, ia sudah kembali ke ekspresi serius seperti semula. Sakha semakin gugup dan tidak tahu harus berkata apa.

Ini semua terasa sangatlah aneh baginya, bahkan Sakha mengira dirinya berada dalam mimpi yang bisa dikuasai atau orang-orang sering menyebutnya lucid dream. Mimpi yang terasa sangat nyata, tetapi juga begitu mustahil dan dapat kita kendalikan; seolah-olah kita benar-benar hidup di dalamnya dan kita dapat melanjutkannya saat terlelap lagi. Namun, menurut yang ia baca dari beberapa buku dan situs, cara memasuki lucid dream ialah dengan tidur. Sedangkan sebelumnya, hari bahkan masih terang dan ia bukannya memasuki mimpi melainkan memasuki sebuah pintu yang memiliki ukiran yang berbentuk jajar genjang dan sayap layaknya bandul perak dari kalung yang ia kenakan.

Ah, pintu!

Sakha membalikkan kepalanya, sedikit mengintip dan menemukan pintu itu masih ada di belakangnya.

"Aku ... dari pintu ini, aku masuk dari pintu ini! Kau bisa melihatnya, kan?" Sakha menunjuk ke arah pintu di belakangnya dan syukur saja, pemuda di hadapannya tampak terkejut melihatnya.

"Kau ... dari Portal Layang yang sudah lama tidak terbuka? Apa kau benar-benar orang yang sudah kami tunggu?"

Reaksi yang pemuda itu tunjukkan cukup membingungkan. Sakha sama sekali tidak mengerti apa yang diucapkan.

"Akasa, kenapa kau lama sekali ... oh, siapa dia?" Suara perempuan yang berasal dari semak-semak yang ada di samping lelaki berambut biru itu memecahkan keheningan. Sosoknya yang mengenakan tudung kepala dan jubah panjang membuat Sakha bingung. Sebenarnya ia terjebak di mimpi apa tidak, sih? Orang-orang di sekitarnya berpakaian dengan aneh seolah mereka berasal dari buku-buku fiksi yang pernah ia baca di perpustakaan kampus. Tidak hanya pakaian perempuan itu, bahkan pakaian yang dikenakan oleh lelaki dengan tombak itu pun juga terbilang asing dalam penglihatannya.

"N-nona, dia mengaku datang dari Portal Layang." Perempuan itu langsung melemparkan pandangannya ke arah Sakha begitu laki-laki yang ia panggil Akasa itu menjawab pertanyaannya.

"Dari Portal Layang ... jadi benar kata ramalan bahwa orang itu akan datang?" Perempuan itu tiba-tiba saja melangkah ke arah Sakha dengan tergesa-gesa hingga pemuda itu dapat melihat jelas wajah yang tadi tertutupi tudung yang ia pakai.

Helai rambut merah mudanya yang dengan nakalnya unjuk diri tampak begitu indah. Bisa dibilang warna rambut terindah yang pernah Sakha saksikan. Begitu angin kencang bertiup dan menjatuhkan tudung kepalanya, Sakha benar-benar terkesima saat helai demi helainya berterbangan di udara. Belum lagi sepasang iris berwarna magenta yang indah nan menawan itu dengan seketika memerangkap perhatian Sakha. Meski pernah melihat beberapa wanita cantik di kota dan para selebriti yang katanya dijuluki yang tercantik sedunia, Sakha berani menjamin bahwa mereka bukan apa-apa jika disandingkan dengan perempuan di hadapannya yang seolah-olah merupakan sosok yang paling bersinar. Kulitnya yang bening dan putih berseri membuat Sakha mengira ia sudah mati dan bertemu bidadari.

Sakha dan Batu AngkasaWhere stories live. Discover now