BAB 16 - Genta Banget

42 7 5
                                    

Setelah berkendara dan berbincang selama perjalanan, Sakha dan Hanung banyak belajar tentang Kaliangan.

Kaliangan, selain merupakan sebuah daerah luas tempatnya keturunan malaikat tinggal dan melanjutkan kehidupan, juga adalah sebuah era baru yang lebih maju daripada bumi. Teknologi diperkaya dengan bantuan sihir. Seperti teleportasi yang memiliki ruang dan waktunya sendiri, juga mobil terbang atau kitecar yang bahkan belum bisa diterapkan di bumi sudah menjadi simbolisasi teknologi di Kaliangan. Para keturunan malaikat yang diperkaya dengan anugerah sihir pun memiliki ingatan tentang teknologi bumi yang kemudian dimodifikasi dengan rekayasa sihir. Banyak sekali hasil rumusan teknologi baru yang dihasilkan dari perpaduan tersebut.

Tidak hanya rakyat asli Kaliangan yang tinggal di tempat ini. Ada juga berbagai imigran dari bagian langit yang lain. Wujud mereka ada yang seperti manusia, setengah manusia, setengah hewan, bahkan ada juga yang tak berwujud fisik yaitu arwah melayang. Mereka tetap nampak seperti manusia, tapi tubuh mereka transparan.

Sakha bahkan hampir tak mempercayai, tapi Akasa bilang bahwa para arwah yang disebut Para Genta itulah yang seringkali menampakkan diri di bumi. Mereka terkenal akan kejahilan dan trik. Genta tinggal di sebuah pulau di perbatasan utara Kaliangan dan bersebelahan langsung dengan Layang. Pulau Genta disebut juga daerah Gehyangan. Mereka juga bertetangga dengan Kalajana. Gehyangan adalah daerah diluar Versikal, namun masih berada di langit yang sama. Versikal sendiri semacam julukan untuk dua poros utama di langit. Dimana seluruh perhatian tertuju pada keduanya yang menjadi pusat kebajikan dan keburukan.

Meski bertetangga dengan dua daerah yang merupakan rival, Genta bukanlah ras yang mudah tersinggung. Mereka memang menyebalkan namun setidaknya mereka bersifat netral terhadap peperangan antara Kaliangan dan Kalajana. Genta yang memimpin di Gehyangan memiliki hubungan perdagangan dengan masyarakat di Layang juga di sekitar wilayah Kalajana. Jika masyarakat Kaliangan memiliki kelebihan dalam teknologi, maka para Genta terkenal dengan hasil alamnya yang masih tradisional. Para Genta dipercayai adalah arwah-arwah leluhur manusia yang berkumpul di langit dan membentuk Gehyangan.

Pritha sangatlah bersemangat kala menceritakan tentang Gehyangan, dia tertarik untuk mengambil potret mereka dan kehidupan mereka. Ia juga mengaku memiliki seorang kenalan laki-laki keturunan setengah Genta yang tinggal di Kaliangan bersama kedua orangtuanya yang salah satunya merupakan Genta imigran.

"Oh, Vanesh Diaphano?"

"Iya, dia. Sayang sekali dia tidak se-transparan seperti Genta asli. Bahkan, katanya, Genta di Gehyangan bisa menghilang, sedangkan Vanesh cuma bisa membuat tubuhnya tembus pandang." Pritha menjawab dengan wajah masam.

"Tapi dia ... memang Genta banget ya."

"Genta banget, iya sih." Akasa dan Pritha tersenyum geli.

"Genta banget?"

"Kiasan untuk orang yang menyebalkan, karena kau tahu Genta itu semuanya jahil dan penuh trik. Tapi, Vanesh sendiri juga Genta, meski blasteran." Sakha mengangguk-angguk mendengarkan penjelasan Pritha.

"Jadi, julukannya Vanesh saat masih di akademi itu setengah Genta yang Genta banget." Akasa menambahi sambil cekikikan.

"Berarti Akasa juga genta banget?" Hanung yang sedari tadi menyenderkan kepalanya ke belakang sambil menutup matanya langsung memajukan tubuhnya dengan mata yang memerah. "Dari tadi kau terus berisik. Sudah bising, menyilaukan pula."

Akasa langsung melunturkan senyumnya sambil melihat ke bawah. Cahaya wajahnya lagi-lagi meredup.

"Tuh, kan, kalau murung jadi gelap, seperti--"

"Sakelar lampu saja." Sakha, Bamasya, Pritha dan Hanung berucap bersamaan.

"Eh?" Mereka semua langsung saling bertatapan, kecuali Bamasya yang masih sibuk menatap ke arah jalanan di depan.

Sakha dan Batu AngkasaWhere stories live. Discover now