KASIH SAYANG SINGKAT

6.4K 328 3
                                    

Sehari setelah Mita membahas soal penyakitnya, sejak detik itu juga Dipta selalu siaga berada di samping kekasihnya. Pria itu tak pernah memiliki rasa bosan dan selalu mengunjungi wanita itu.

Berulang kali juga ia mengatakan pada Mita, bahwa sebentar lagi mereka akan menikah, dan Mita harus bersemangat untuk sembuh. Meski terdengar sangat konyol, tapi Mita tetap mengiyakan apa yang dikatakan kekasihnya. Ia tak ingin membuat Dipta merasa perjuangannya sia-sia.

Mita mencintai pria itu, sama seperti ia mencintai keluarganya. Tentu saja dirinya tak ingin Dipta merasa kecewa, dan pada akhirnya Mita berusaha sebaik mungkin untuk selalu menuruti segala perkataan Dipta. Walau sebenarnya ia tahu, ini semua tak akan berguna.

Dan sekarang mungkin akan menjadi hari yang kelam sekaligus panjang untuk mereka semua.

"Bunda di mana?" tanya Niskala sambil mengatur napasnya yang tersengal akibat berlarian di sepanjang lorong rumah sakit.

Dokter itu baru saja menyelesaikan operasi terakhirnya. Niskala hendak mengunjungi rumah Mita, dan sayangnya ketika di tengah perjalanan Adam menghubunginya. Memberitahu bahwa kondisi Mita tiba-tiba memburuk.

"Bunda ada di ruangannya Mita. Eh, mau kemana?" Adam menahan tubuh Niskala yang hendak masuk ke dalam ICU.

"Mita... aku pengen ngeliat Mita," gumam Niskala berulang kali. Niskala benar-benar panik sekaligus takut. Ia harus memastikan sendiri bahwa Mita memang sudah ditangani dengan baik di dalam sana. Niskala ingin menemui sahabatnya.

Dengan sekali tarikan Niskala sudah berada di dalam pelukan Adam. Pria itu juga sama kacaunya dengan Niskala, tapi ia tak bisa terus menerus seperti itu. Setidaknya untuk saat ini, dirinya harus menjadi pria yang kuat demi ibu, adiknya dan juga wanita di dalam pelukannya ini.

"Tenangin diri kamu dulu. Jangan kayak gini! Mita udah ditangani dengan baik, kamu harus tenang dulu!"

Suara Adam terdengar bergetar menahan tangis. Dia tahu keadaan adiknya jauh dari kata baik-baik saja dan sayangnya pria itu tak bisa melakukan banyak hal. Hatinya patah dan hancur, hanya itu yang dirasakannya sekarang.

Setelah dirasa cukup tenang, Adam melepas pelukannya dan menatap kedua mata Niskala yang sudah basah dengan air mata. Hal itu sangat menyayat hatinya, bahkan luka yang dirasakannya seolah bertambah besar.

"Tolong jangan panik. Kalau kamu masuk ke dalam bilangin ke bunda, bunda harus makan."

"Bunda belum makan?" tanya Niskala dengan pupil melebar. Bukannya apa-apa, ia sangat ingat wanita itu tak boleh telat makan sedikit pun. Jika tidak asam lambungnya akan naik dengan cepat. Ditambah lagi sekarang pikirannya pasti berat, karena melihat kondisi putrinya.

Adam menggeleng kemudian menatap pintu ICU yang masih tertutup rapat.

"Aku coba buat bujuk nanti. Mas Adam gak masuk ke sana?"

Mendengar pertanyaan Niskala pria itu hanya menggeleng lemah dan membiarkan Niskala berjalan melewatinya untuk masuk ke dalam ruangan itu.

Niskala tahu, sekarang ia datang sebagai seorang sahabat dan kerabat pasien, bukan sebagai seorang dokter. Ia memang sudah terbiasa memasuki ruang ICU untuk melihat keadaan pasien. Tapi sekarang, langkahnya justru terasa begitu berat karena ia akan melihat sahabatnya berada di dalam sana.

Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah Vani yang tengah mengusap kening putrinya sambil bergumam. Niskala tahu, wanita itu sedang berbicara dengan Mita, entah wanita itu bisa mendengarnya atau tidak.

"Bunda," panggil Niskala dengan pelan, membuat wanita paruh baya itu menoleh ke arahnya kemudian berdiri dan memeluknya sambil menangis.

"Bunda gak tau kalau ternyata Mita punya penyakit ganas, dan kenapa keadaan Mita harus langsung menurun setelah kita semua tau soal kondisinya? Padahal kita udah berusaha sekuat tenaga buat bikin Mita semangat melanjutkan hidup dan optimis sembuh..."

AFTER 100 [REVISI]Where stories live. Discover now