40 HARI MITA

6K 340 5
                                    

Selamat membaca salah satu ceritaku yang gak bikin baper sama sekali (huhuhu...)

*****

Niskala terdiam menatap rumah yang berdiri kokoh di hadapannya, sedangkan Dipta juga melakukan hal yang sama. Dengan isi pikiran yang hampir sama, tentang satu orang yang pernah mengisi hidup mereka dengan tawanya, dan sayangnya orang itu sudah tiada satu bulan yang lalu.

Rumah yang dulu, merupakan tempat di mana Niskala berkeluh kesah dan menghabiskan masa remajanya yang begitu indah. Rumah yang diisi oleh orang-orang yang begitu disayanginya bahkan hingga sekarang.

Dulu rumah ini lah sumber kebahagiaannya. Tapi sekarang, hanya rasa bersalah yang hinggap dalam benak Niskala ketika menginjakkan kaki kembali di rumah ini.

"Niskala, Dipta..." sapa Vani yang bergegas keluar rumah begitu melihat mobil Dipta terparkir di halaman.

Sambil sedikit berlari, Vani menghampiri pasangan suami istri yang baru keluar dari dalam mobil tersebut. Tentu saja, lengkap dengan senyum merekah menghias wajahnya yang sudah memiliki beberapa kerutan.

"Bunda apa kabar? Bunda sehat? Mas Adam mana?" pertanyaan beruntun itu datang dari Niskala yang kini sudah memeluk Vani dengan erat.

"Bunda sehat, kok. Adam ada di dalam lagi bantuin nata kursi. Kamu sibuk banget ya sampai gak sempat main ke rumah?" Vani mengelus sisi wajah Niskala, memperhatikannya dengan lekat.

Melihat Niskala dari dekat seperti ini rasanya sama saja seperti melihat Mita dalam dirinya. Bahkan meskipun Vani tidak bisa mengambil Niskala dan mengadopsinya, wanita itu tetap mencurahkan kasih sayang yang sama untuk mereka berdua.

"Niskala lagi banyak jadwal operasi, gak tau kenapa. Kalau Dipta, dia sibuk kerja jadi ya gitu kita gak sempat main kesini. Maaf ya Bunda..." sesal Niskala sambil menggenggam tangan wanita paruh baya itu.

Ia tak berbohong ketika mengatakan jadwal operasi yang harus dipenuhinya begitu banyak. Tapi Niskala terpaksa berbohong soal Dipta yang memiliki kesibukan di kantor. Padahal ia sama sekali tak mengetahui seperti apa kesibukan suaminya. Berbincang saja sangat jarang mereka lakukan.

"Eh, kok jadi ngobrol disini, sih? Masuk yuk!"

Vani menggiring pasangan muda itu masuk ke dalam rumah. Hal pertama yang dilihat Niskala adalah Adam yang tengah sibuk menata kursi-kursi plastik di dekat meja prasmanan. Niskala tersenyum tipis, kemudian mendekat ke arah pria yang masih belum menyadari kehadirannya itu.

"Sibuk banget..."

Adam mematung ketika mendengar suara yang begitu familiar tepat di belakangnya. Suara yang sudah lama tak didengarnya, sekaligus sang pemilik yang selalu dirindukannya.

"Niskala?"

"Mas Adam... hai..." ujar Niskala sambil sedikit berbisik dan melambaikan tangannya.

Adam tak bisa menahan diri, pria itu berjalan cepat ke arah Niskala dan memeluk wanita itu dengan erat. Bahkan detak jantungnya yang terasa menggila ketika Niskala ada di dekatnya juga masih sama.

Perasan itu masih ada, tapi harapan untuk hidup dengan Niskala sudah sirna bersama dengan kepergian adiknya.

Dipta menatap pemandangan di depannya dengan perasaan yang berkecamuk. Antara ingin memisahkan Niskala dari dekapan Adam, atau tetap membiarkan pria itu memeluk istrinya dengan erat untuk menjaga perasaan Adam agar tidak merasa tersinggung. Ia tak bisa menunjukkan perasaannya yang belum pasti pada siapapun. Tapi demi apapun, istrinya sedang berada di pelukan orang lain dan Dipta merasa tak nyaman karenanya.

AFTER 100 [REVISI]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora