EPILOG

9.3K 257 12
                                    

"Bunda... Gala main sama Bisma sama kak Nala ya..."

"Gala, jangan lari-lari!" teriak salah seorang wanita dari arah dapur.

"Enggak kok..."

Meski mengatakan tidak, sang ibu tahu jika putranya berlari kencang ke arah teras rumah untuk menemui tiga sahabatnya. Ia sudah sangat hafal dengan tabiat putra pertamanya.

"Duh... tetep aja lari yaa..." kekeh salah satu wanita yang kini sibuk memotong-motong apel.

"Ya gitu emang. Bilangnya enggak, tapi tetep aja lari." gumam Niskala sambil menggeleng pelan.

"Tapi enak ya, mbak Wina punya anak cewek. Jadi anteng. Gak kayak anak kita, ya?" kini Dinda ikut menimpali dan Niskala hanya terkekeh pelan.

"Kata siapa Nala anteng? Dia tingkahnya kayak cowok tau!" sanggah Wina sambil melirik adik iparnya.

"Kalau di rumah emang iya, apalagi pas lagi kumpul keluarga besar. Tapi kalau ada temen ya, jangan harap bisa anteng." imbuhnya lagi.

Baik Dinda maupun Niskala sama-sama tertawa geli ketika mendengar gerutuan Wina. Tapi jika dilihat secara teliti memang benar. Gadis manis berusia sepuluh tahun itu memang sedikit terlihat tomboy.

"Kebanyakan main sama anak kita pasti!" tebak Niskala sambil mengambil piring di dalam lemari, kemudian menatanya di atas meja setelah dibersihkan.

"Ih, sejak jaman belum sering main sama Gala sama Bisma dia juga udah begitu! Mirip banget sama Lio. Heran!"

"Ya kan emang papanya... wajar kalau mirip." kini Dinda ikut menimpali dan Wina hanya bergumam mengiyakan apa yang baru saja dikatakan Dinda.

"Apalagi semasa hamil selalu ribut sama Lio. Eh, sekarang malah sifat anaknya jadi mirip banget sama bapaknya!" kekeh Niskala dan Wina langsung mengangguk setuju.

Seperti biasa, mereka mengadakan acara makan bersama di hari minggu. Tidak sering, hanya satu bulan sekali dan itu adalah ide yang dicetuskan para ibu-ibu yang kini sedang sibuk di dapur.

Sedangkan para suami mereka berkumpul di depan. Untuk apa lagi jika bukan mengawasi putra-putri mereka yang tengah bermain.

"Eh, gak pernah mual, Mbak?" tanya Dinda sambil menatap Niskala yang kini sedang menata sendok. Tatapannya terarah pada perut buncit Niskala yang terlihat begitu besar.

Niskala menjawab pertanyaan itu dengan gelengan pelan. Sebelah tangannya mengelus perut buncitnya kemudian berkata.

"Gak pernah sama sekali. Sama kayak pas lagi hamil Gala. Cuma bedanya, yang satu ini lebih gampang capek."

"Ya jelas, dong! Kan kamu bawa dua janin." kini Wina ikut menanggapi sambil membawa semangkuk penuh tumis sayur buatannya.

"Pokoknya kalau makan harus dijaga. Jangan terlalu capek." imbuhnya sambil berjalan keluar, bergegas memanggil para pria dan anak-anak.Meninggalkan Dinda dan Niskala yang kini kembali menata meja makan.

"Kamu gak ada rencana promil lagi? Bisma udah gede loh itu..." goda Niskala dan langsung membuat kedua pipi Dinda bersemu merah.

"Eh... belum kepikiran. Sebenernya juga udah pengen sih, tapi Galang masih banyak jadwal. Dia aja jarang pulang ke rumah."

Niskala mengangguk paham. Juniornya itu memang terlihat sangat sibuk. Karena selain bekerja di rumah sakit yang sama dengannya, ia juga mengurus rumah sakit perusahaan milik keluarga. Sebenarnya, dulu Galang sempat ingin mengundurkan diri. Tapi karena di tempat mereka masih kekurangan tenaga dokter, Galang pun mengurungkan niatnya.

AFTER 100 [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang