LALAPAN PAK MUH

5.6K 351 12
                                    

Selamat membaca...

Jangan lupa VOTE & KOMEN (apalagi kalau ada typo, harus kasih tau yak!)

*****

Ternyata, Dipta benar-benar menjemputnya ke rumah sakit. Terbukti saat Niskala baru saja keluar dari dalam lift, pria itu sudah duduk manis di salah satu kursi lobi sambil memainkan ponselnya. Bahkan Dipta tak menyadari jika Niskala sudah berjalan mendekat ke arahnya.

"Udah dari tadi?" tanya Niskala sambil meletakkan tas kemudian mengenakan jaket miliknya.

"Barusan." jawab pria itu sambil melirik ke arah Niskala sekilas, sebelum akhirnya kembali fokus dengan ponsel yang ada di tangannya.

"Dokter Niskala, pacarnya nungguin udah dari tadi." ucap Hilda, salah satu resepsionis yang sedang bertugas malam itu.

Bukannya menjawab Niskala justru hanya menatap Hilda dengan tatapan yang sulit di artikan, hingga sebuah suara membuatnya kembali tersadar.

"Saya bukan pacarnya Niskala," jawab Dipta sambil berdiri di samping istrinya. Sedangkan Niskala hanya mampu diam, sambil mengamati apa yang akan dikatakan Dipta.

"Saya juga bukan temennya Niskala, apalagi sahabat dia. Permisi," Dipta tersenyum sopan ke arah Hilda, setelahnya pria itu berjalan keluar dari lobi rumah sakit, meninggalkan Niskala yang kini ikut berjalan di belakangnya.

"Pak Agus, mobil saya di parkiran, ya." ujar Niskala kepada salah satu security yang sedang bertugas malam di rumah sakit.

"Loh, gak dibawa pulang, Dok?"

Niskala menggeleng kemudian telunjuknya mengarah ke punggung tegap di depannya.

"Saya pulang bareng dia."

"Oh, iya iya... selamat malam mingguan, Dokter."

Niskala mengangkat kedua alisnya, tapi pada akhirnya tersenyum dan mengangguk sopan.

"Monggo, Pak." ujarnya sambil berlalu dan meninggalkan Agus yang kini menatapnya dengan raut wajah haru.

"Akhirnya... setelah sekian lama, dokter Niskala deket sama seseorang juga. Kelihatannya juga orang baik-baik." gumam Agus sambil tersenyum kecil, menatap kepergian dua sejoli yang terlihat sangat serasi itu.

"Mau nyari makan di mana?" pertanyaan itu menyambut Niskala yang baru saja selesai memasang sabuk pengaman. Seketika wanita itu menoleh ke arah Dipta yang sedang menyalakan mesin mobilnya.

Niskala mengangkat kedua alisnya, kemudian bersuara dengan nada heran. "Lah? Kirain udah tau mau ke mana."

"Nanya kamu aja, kalau aku yang mikir kelamaan." Dipta terkekeh dan Niskala sempat agak terkejut melihat ekspresinya.

Ini adalah pertama kalinya pria itu tersenyum lepas setelah kepergian Mita, ah, tidak. Dipta sudah tersenyum dua kali, yang pertama adalah saat di berbicara dengan Hilda tadi. Diam-diam Niskala mulai penasaran apa yang membuatnya bisa tersenyum lagi seperti sekarang.

Niskala mengatupkan bibirnya kemudian berpikir, sambil sesekali bersenandung kecil mengikuti lagu yang diputar.

"Ke lalapan langgananku aja. Udah lama juga gak ke sana."

"Di mana tempatnya?" tanya Dipta tanpa mengalihkan perhatiannya dari jalanan yang cukup padat. Mungkin karena ini adalah malam minggu, orang-orang jadi berbondong keluar rumah dengan keluarga atau pasangan mereka.

"Sekitar lima puluh meter dari pom yang di pojok perempatan itu loh... di sana enak banget sambelnya, percaya deh!"

Niskala tak menoleh ke arah Dipta, melainkan justru menatap keluar. Padatnya jalanan mengingatkannya pada saat dulu, ketika ia masih sering menghabiskan waktu bersama dengan Bima. Bahkan, mereka juga sering mengajak Mita dan Dipta untuk keluar bersama. Tapi sekarang justru keadaannya berbalik, bukan Bima yang menemaninya tapi Dipta yang malah pergi bersamanya.

AFTER 100 [REVISI]Where stories live. Discover now