02 : Tunangan!

8.7K 1K 47
                                    

"Saya mau kita tunangan dulu pokoknya!"

Abian terlihat seperti tidak menggubris kehadiranku. Matanya terus menatap ke arah buku yang ia genggam.

"Abian, kamu denger enggak sih kalau aku lagi ngomong?"

"Malas." jawab Abian dengan singkat, padat, dan jelas.

"Kenapa kemarin tiba-tiba datang ke rumah tanpa kasih kabar?" tanyaku dengan nada bicara ketus. Sejujurnya aku sangat kesal mengingat kejadian kemarin.

Kemarin, Abian dan keluarganya tiba-tiba datang ke rumahku. Tentu saja kehadiran mereka langsung disambut Ayahku dengan antusias. Ayahku dan Ibunya Abian terus berceloteh panjang hingga malam. Ujung dari pembicaraan mereka adalah tak lain dan tak bukan membahas tentang pernikahan aku dan Abian.

Parahnya pada saat kedatangan keluarga Abian, aku sedang memakai daster bolong kesayanganku. Untungnya keluarga Abian tidak mempermasalahkan hal itu.

"Kenapa? Kamu malu pakai daster bolong?" tanya Abian seakan mengejek penampilanku semalam.

"Pakai daster bolong aja saya masih cantik kan?"

"Setidaknya saya belajar selera berbusana kamu kemarin. Ternyata kamu suka pakaian bolong-bolong."

Aku mencubit lengan kanan Abian, "Sekali lagi bilang kayak gitu, tangan berharga kamu bakal berubah warna jadi biru semua!"

"Kamu mau merusak tangan seorang dokter?"

"Biarin!"

"Dasar bocah."

"Dasar Pak Tua." 

"Kamu ngatain saya apa?" tanya Abian yang sepertinya tidak terima dengan ucapanku.

"Pak Tua, kakek, paman, uncle, atau mau dipanggil sugar daddy?" jawabku dengan niat ingin membuat Abian marah. Siapa tahu dengan bertingkah menjengkelkan, dia akan membatalkan niat untuk menikah denganku.

"Sugar daddy boleh juga. Berarti kamu sugar baby saya ya? Kamu tahu kan tugasnya apa aja?"

Aku meringis takut mendengar keseriusan di nada suara Abian, "Enggak mau, ya! Jangan macam-macam! Pokoknya No touch!"

"Loh? Katanya mau panggil saya sugar daddy, seharusnya kamu paham atas ucapan kamu. Dasar bocah plinplan."

Dalam keadaan seperti ini, cuplikan yoga yang selalu ditonton Fani tiba-tiba terlintas dalam benakku.

Inhale...
Exhale...

Tarik napas dalam-dalam, hembuskan...

Aku membayangkan bagaimana hidupku kelak jika memiliki suami kejam seperti Abian.

"Batal nikah yuk?"

"Gila ya? Kemarin Mama sudah pesan venue, cetak undangan, dan baju."

"Hah? Kamu yang gila! Kan baru kemarin pembicaraannya?"

"Kemarin itu formalitas. Mama saya dan Ayah kamu sudah siapkan semua."

Aku memegang kepalaku yang tiba-tiba berat, "Tunangan dulu aja gimana?"

"Habisin uang."

"Jangan-jangan.."

"Apa?"

"Kamu itu penyuka sesama jenis, makanya mau cepat-cepat nikah biar enggak ketahuan?"

Aku mengucapkan hipotesis yang secara random berada di isi kepalaku.

"Terserah kamu."

"Serius? Dokter kaum pelangi ya?"

My Impressive PartnerWhere stories live. Discover now