03 : Pak Tua

7.7K 966 22
                                    

"Lo punya pacar? Kok bisa? Ketemu dimana?"

Fani dan tingkahnya yang heboh adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Fani adalah sahabatku sejak SMA. Kami juga berkuliah di satu universitas, tetapi mengambil jurusan yang berbeda. Aku mengambil jurusan ilmu hukum, sedangkan Fani mengambil jurusan psikologi.

Seharusnya aku juga mengambil jurusan psikologi. Namun entah bagaimana, aku malah menekan jurusan ilmu hukum pada saat pendaftaran jurusan. Apesnya, aku baru sadar salah memilih jurusan ketika pengumuman.

Tifani Ariana, akrab disapa Fani. Ia sangat senang mencoba hal baru. Entah itu ramalan tarot, hiking, diving, sampai membuat parfum. Dia sangat aktif, berbeda denganku yang sangat pemalas.

"Pasar loak." jawabku asal.

"Akhirnya predikat jomblo tulen lo sudah terhempas jauh."

Aku memanyunkan bibirku, "Bukan pacar, lebih tepatnya tunangan yang sebentar lagi mau kawin sama gue."

"APA?"

"Kalem Fan, dilihatin orang."

Fani yang dengan hebohnya berteriak seraya sedikit menggebrak meja kafe yang kami datangi langsung duduk mendekat ke arahku, "Lo enggak bunting kan Da?"

Aku menyentil dahi Fani, "Ya enggak mungkin lah gue bunting."

"Terus? Katanya lo mau nikah di umur 40 tahun."

"Kalau bisa mah gue enggak mau nikah."

"Terus kenapa jadi mau nikah?"

"Hobi aja."

Fani dengan tanpa perasaan menoyor kepalaku, "Gila, masa lo hobi kawin?"

"Biar seru."

"Enggak usah ngadi-ngadi."

"Wanda, lo tahu kan menikah enggak semenyenangkan itu?"timpal Fani.

Aku menganggukkan kepalaku dengan mantap, "Makanya kayaknya gue udah enggak waras, Fan."

"Calonnya siapa?"

"Dokter."

"Ganteng?"

"Look sih oke Fan, tapi kelakuan kayak titisan setan."

Fani mencibir ucapanku, "Jujur deh sama gue, lo hamidun kan Da?"

"Astaga, beneran enggak Fan."

"Mana, gue mau lihat calon suami lo."

"Search aja Abian Pratama di Mbah gugel."

Fani terdiam beberapa detik, sepertinya ia langsung mencari nama Abian di mesin pencarian bernama google.

"GILA! ABIAN SI DOKTER GANTENG, JENIUS, KAYA ULALA?"

"Lebay deh lo."

"Lo pelet dia?"

"Dia terpesona sama gue lebih tepatnya."

Fani memeragakan gestur ingin muntah kala mendengar ucapanku barusan, sedangkan aku tertawa terbahak-bahak melihat wajah Fani yang sebal dengan tingkat kepercayaan diriku yang melebihi batas normal.

Aku dan Fani memang sudah berkomitmen untuk saling menyempatkan diri bertemu satu sama lain, kapanpun saat kami punya waktu luang.

"Kerjaan lo gimana? Aman?"

"Fan, lo tahu kan membahas pekerjaan di saat luang adalah salah satu kejahatan paling sadis?"

💜💜💜

My Impressive PartnerWhere stories live. Discover now