14

74 6 0
                                    

Ciize melihat berita melalui hpnya, berita tentang sang ayah yang akan menuntut Gun. Ciize tak mengerti mengapa ayahnya bersikeras akan menuntut Gun? Mengapa ia tidak mengaku saja? Mengapa Co berusa untuk menutupi kesalahannya? Semua orang bahkan sudah tau akan kebohongan Co, semua orang bisa melihat dengan jelas.

Hp Ciize berdering, menampilkan nama sang ayah disana. Ciize tak berniat untuk menjawab telepon itu, sudah pasti Co akan meminta Ciize untuk datang ke acara casting yang sungguh Ciize tidak butuhkan.

Ciize lelah. Ia lelah hidup dengan tekanan dari Co, ia lelah karna harus menuruti semua perkataan Co yang sudah seperti perintah baginya. Ciize lelah. Ia depresi akan hidupnya. Ciize yakin begitu banyak orang yang membencinya, tidak ada orang yang mendukung Ciize saat ini, mereka semua membenci Ciize, kesalahan apa yang telah Ciize perbuat hingga Ciize yang menanggung semua kebencian itu?

Cairan bening menitih, membasahi pipinya. Ciize tak tahan lagi, ia tak ingin kembali kerumahnya, ia tak ingin bertemu dengan Co lagi. Mungkin memang pilihan yang tepat untuk melarikan diri, Ciize ingin melepaskan dirinya. Sama seperti yang Singto lakukan dulu.

Ciize menghapus air matanya, bangkit berdiri dan berjalan pergi dari sana. Entah kemana kaki mungil Ciize akan membawanya, Ciize tidak memiliki tujuan, ia hanya berjalan-jalan mengelilingi kota tanpa memiliki tujuan yang jelas.

Ciize tidak tua jika kini ia tengah diikuti oleh seseorang. Bukan suruhan Co.

Alice dan Arm memperhatikan Ciize sedari tadi sebenarnya, dan kini mereka mengikuti Ciize yang melangkah pergi entah kemana. Ciize hanya berjalan tanpa arah, bahkan sampai langit berubah menjadi gelap, hingga mentari kembali keperaduannya. Ciize masih setia melangkahkan kaki kecilnya.

Hingga Alice dan Arm sadar jika Ciize pergi menuju pemakaman, untuk apa Ciize datang kepemakaman selarut ini? Terlebih ia seorang diri, apa Ciize sudah gila? Apa Ciize tidak merasa takut?

Bohong jika Ciize tidak takut, karna nyatanya ia takut namun ia menghalau semua pemikirannya, ia datang hanya untuk menenangkan dirinya.

Ciize terduduk, ia lihat nisan sang ibu. Ciize merindukan sang ibu, apa jika sang ibu ada disisinya hal ini tidak akan terjadi? Apa Ciize akan menjadi lebih kuat jika ia memiliki kehadiran sang ibu? Itu hanya harapan kosong, nyatanya kepergian sang ibu disebabkan oleh sang ayah. Ciize hanya membohongi diri sendiri, mengatakan semua itu tidaklah benar.

"Mae, Ciize capek." Gumam Ciize dengan isak tangis, air matanya sudah mengalir membasahi pipi, air mata yang tak dapat Ciize bendung lebih lama lagi. "Ciize udah ga punya siapa-siapa lagi, P'Sing sama P'Krist udah pergi, Ciize sendirian Mae." Lanjut Ciize.

Ciize merasa sendirian meski sang ayah masih ada disisinya, tapi Ciize tidak pernah merasakan sosok ayah, Co tidak seperti sosok ayah yang ada dalam bayangan Ciize. Sosok ayah yang selalu mendukung anaknya, sosok ayah yang selalu ada untuk anaknya.

Co jauh dari sosok ayah yang ada dalam bayangan Ciize. Co hanya penuh dengan perintah.

Ciize menangis sejadinya disana, ia tak tau harus berkeluh kesah kepada siapa lagi, yang ada dalam benaknya hanya makam sang ibu. Mungkin akan jauh lebih baik jika Ciize ikut bersama dengan sang ibu serta kakaknya. "Ciize rasanya mau ikut Mae aja." Ucap Ciize melantur.

"Nong?" Cepat-cepat Ciize menghapus air matanya, mengalihkan pandangan pada sosok yang memanggilnya. "Kenapa disini? Ini udah malem." Ucap gadis itu. Alice.

Alice sempat terkesiap saat tau jika Ciize tengah menangis, mengapa ia harus menangis di makam seperti ini?  Bukankah sangat mengerikan? "Nong ga papa?" Tanya Alice berjongkok, mensejajarkan dirinya dengan Ciize.

Ciize berusaha tersenyum, menutupi semua luka nya. Namun, senyum itu semakin tampak menyedihkan dimata Alice serta Arm, mereka tidak tau apa yang kini Ciize tengah hadapi, masalah apa yang kini gadis cantik itu hadapai. Yang mereka tau saat ini, Ciize sedang tidak baik-baik saja. 

"Ciize ga papa, P'" Bohong Ciize, ia hanya berusaha tegar, ia tak ingin terlihat lemah dan menyedihkan.

Meski nyatanya Ciize gadis yang sangat rapuh, bahkan sangat rapuh dari yang mereka kira. "Nong Ciize kita anter pulang ya, ga baik kalo jalan sendirian malem-malem, apalagi Nong Ciize gadis." Kini Arm yang membuka suaranya, ia tak tega membiarkan Ciize pulang sendiri dihari yang sudah sangat gelap, bagaimana jika Ciize tidak pulang dengan selamat? Mengingat begitu banyak kasus kejahatan yang terjadi pada gadis seusia Ciize.

"Ga usah P, Ciize bisa pulang sendiri." Tolak halus Ciize. Ciize hanya tidak ingin pulang, Ciize tidak ingin bertemu dengan Co, Ciize tak ingin menjadi alat Co untuk mencetak uang lagi. Keputusan Ciize untuk keluar dari rumah sudah matang. 

"Tapi--"

"Rumah Ciize ga jauh dari sini P'." Bohong Ciize untuk kesekian kalinya.

Ciize bangkit dan memberi WAI pada Alice dan Arm, berpamitan sebelum akhirnya gadis itu jalan menjauh, meninggalkan Alice dan Arm dimakam itu.

Untuk kali ini Alice dam Arm tidak mengikuti Ciize, karna mereka yakin jika Ciize dapat pulang dengan sendiri. Terakhir kali mereka mengikuti Ciize, gadis itu dapat kembali dengan selamat. Dan kali ini Alice dan Arm mempercayai kata-kata Ciize.

...

Co membanting hp nya, entah sudah berapa hari ini Ciize tidak kembali kerumah dan terlebih ia tak dapat menghubungi anaknya itu.

Co kesal karna Ciize sudah berani melawannya, gadis itu sudah besar kepala seperti ibu serta kakaknya.

Co memijat pelipisnya, kepalanya pening karna beberapa pihak menghubungi Co, meminta Ciize untuk datang keacaranya, belum lagi dari pihak perfilman yang meminta Ciize untuk mengikuti casting.

Co harus meminta maaf karna Ciize tak dapat hadir, mengatakan jika kini Ciize tengah sibuk dengan kuliahnya, sehingga ia tak dapat diganggu, tak dapat hadir keacara serta casting itu.

Co tidak mungkin mengatakan jika Ciize pergi entah kemana dan Co tidak dapat menghubungi anaknya itu. Co tidak akan mungkin mengatakan hal itu. Itu akan sangat memalukan.

Ciize kabur dari rumah.

Mungkin akan menjadi berita besar, namun Co sudah pasti akan mendapat banyak kritik karnanya.

Mungkin beberapa pihak akan mengatakan jika Co tidak dapat mengurus anak hingga kedua anaknya selalu melarikan diri, melepaskan diri dari ayah yang seperti Co.

Tapi, bukankah memang itu nyatanya? Bahkan semua orang tau akan hal itu, dilihat dari cara Co berbicara saja semua orang bisa menilainya, Co terlalu banyak berbohong, Co terlalu egois, Co yang selalu memaksakan kehendak, Co yang tidak pernah mengerti akan kondisi sang anak. Co tidak pantas untuk menjadi seorang ayah.

TBC...

11/02/22

Ni-Gun.

TerrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang