Chapter 7

9 0 0
                                    

—Galan W. Aldrich—

Aku masih saja memikirkan moment bersama Liesel bahkan pada keesokan harinya. Entah mengapa wajah perempuan itu tidak bisa aku lepaskan dari pikiranku. Senyumnya, suara lembutnya, tatapannya. Aku ingin berada di dekatnya lagi. Sungguh.

Sial, sejak kapan seorang Galan terobsesi dengan perempuan yang tak dikenal? Tunggu, obsesi? Tidak, aku hanya tertarik. Mungkin lama-lama juga aku bakal bosan—siapa tahu kan.

"Jadi gimana, Ga?" tanya Galih saat aku baru saja masuk kelas.

"Apanya?"

"Festival itu, anak musik. Kandidat kedua—Diandra—gagal dibujuk. Dia bilang ada pertandingan penting sehari setelah festival, jadi dia gak mau buang energinya."

Aku menghela nafas. Sejujurnya hari ini aku hanya ingin memikirkan cara bagaimana aku bisa menemui Liesel lagi. Tapi tentu saja persoalan festival juga tak kalah penting. Apalagi musik. Salah satu ekskul yang dibanggakan di sekolah ini adalah musik. Gurunya dari berbagai penjuru yang profesional di kancah internasional. Meski begitu anak-anaknya sulit sekali diajak kerjasama. Jika aku tidak bisa membujuk salah satu dari mereka yang berprestasi, maka tidak ada pilihan lain. Aku harus turun tangan sendiri dan memakai kekuasaanku—Tunggu,

Musik?

Aku yakin Liesel tertarik dengan ekskul musik kemarin. Aku harus mencari tahu.

"Kita akan pikirkan lagi setelah aku dapat sebuah informasi." kataku dengan cepat membuka tas dan mengambil laptop.

"Informasi? Informasi apa?" Max nimbrung. Ia menarik bangkunya agar duduk dekat denganku.

Aku segera membuka email dan menulis pesan untuk sekretaris Jo, sekretaris yang paling bisa diandalkan Mamaku. Sesekali aku juga menggunakan kerjanya yang seperti anggota FBI. Kerjanya selalu memuaskan. Tetapi kali ini aku ingin dia merahasiakannya dari Mama apa yang ingin aku perintahkan—

Tunggu!

Bukankah cluenya jelas? Jangan-jangan tanpa sekretaris Jo aku bisa mencari tahu sendiri soal Liesel. Mungkin saja dia punya akun media sosial atau apapun yang bisa aku telusuri kan? Sial, aku terlalu mengandalkan jasa Sekretaris Jo selama ini sehingga tidak pernah berpikiran untuk mencari tahu sendiri.

Aku membuka halaman depan Google dan mengetik nama Liesel Iskan.

"Astaga. Lo sangat terkesan sama cewek itu sampai—"

Aku tak terlalu mendengarkan gerutuan Max karena kata kuncinya justru diarahkan ke Liesel Schan yang aku tidak tahu apa itu. Akhirnya aku mencari kata kunci lebih spesifik, berdasarkan feeling.

Liesel Iskan a pianist in Paris.

Dan...

"What?" Itu respon Galih. Ia berdiri di sampingku dan tidak percaya dengan temuanku. "Coba klik link ini. Perbesar wajahnya."

"Liesel? Cewek kemarin?"

"Astaga, ternyata dia seorang pianis besar dan terkenal, Ga."

Aku tersenyum senang. Well, akhirnya aku punya alasan lagi bertemu dia dan punya kandidat untuk festival. Jackpot.

*****

"Lo dapat CV-nya dari kepala sekolah?"

"Kepala sekolah bilang data pribadi nggak boleh disebarkan. Dia takut Liesel bakal nuntut."

Aku menyipitkan mata.

"Ya udah lah, lo bilang aja sejujurnya kalau lo tahu dia seorang pianis dari web."

TRULY DEEPLY (REVISED)Where stories live. Discover now