Chapter 17

32 0 0
                                    

—Liesel Iskan—

Galan sekarang tahu kerumitan hidupku. Aku merasa sangat malu padanya. Tapi dia terlihat biasa saja—datar—bahkan saat kami pulang. Aku bertanya padanya apa yang Ayah katakan, tapi dia bilang bukan apa-apa. Aku jadi semakin penasaran. Tapi masalahnya kalau aku tidak bisa mendapatkannya dari Galan, aku juga tidak bisa mendapatkannya dari Ayah.

"Sekarang masuk, ya. Kamu kalau ada apa-apa harus bilang ke aku." kata Galan ketika kami sampai di depan gedung apartemenku. "Harus."

Aku mengamati Galan sekali lagi. "Kamu sungguh nggak pengen putus dari aku?"

Galan memejamkan mata—seperti kesal. "Jangan pernah katakan kata putus lagi, Lie."

"Kenapa? Aku nggak sesempurna yang orang-orang katakan. Aku hanya anak haram. Aku bahkan nggak tahu siapa ayahku sampai aku berumur 7 tahun. Aku bahkan nggak tahu punya saudara sebelumnya—saudara yang mengerikan. Ayahku juga tidak pernah menyayangiku. Dan aku tidak punya siapa-siapa sejak Bunda meninggal."

Galan membuka matanya dan menatapku dalam-dalam, seakan berusaha menembus isi hatiku. "Tell me, apa anak haram nggak berhak mendapatkan kebahagiaannya? Apa anak haram bukan seorang anak? Aku bahkan nggak ngerti apa definisi anak haram itu. Bagiku semua anak sama aja, Lie. Nggak ada bedanya. Kamu dan aku sama aja." Galan berkata dengan sangat serius saat berkata, "Jika kita berbeda, itu karena karakter kita beda. Bukan darimana asal kamu, siapa orang tua kamu, atau bahkan status sosial kamu."

Tanpa sadar air mataku menggenang. "Tapi tetap saja—"

"Sekarang aku nggak mau dengar kata 'anak haram' keluar dari mulut kamu." Jelas Galan final. "Apalagi kata putus."

"Aku tahu kita memang baru memulai segalanya. Tapi apa kamu tidak berpikir bahwa perasaan sukaku sebenarnya patut diperjuangkan? Aku sungguh menyukai kamu, berharap hubungan ini berhasil—"

"..."

"Keberhasilan hubungan berasal dari dua pihak. Aku tidak ingin berjuang sendirian sedangkan kamu dengan mudah bilang putus. Kamu berjanji padaku akan mencoba. Tapi apa ini, bahkan kita belum mulai apa-apa tapi kamu sudah memperlihatkan kalau kamu tidak sungguh-sungguh."

Air mataku menetes. "Itu semua karena aku sangat takut—"

"I know. Kamu takut dengan status kamu. Tapi Lie, asal kamu tahu, apapun status kamu bahkan nggak masuk sedikit pun dalam pikiranku. Maksudku—aku memikirkannya, ada banyak pertanyaan dalam benakku, tapi bukan dengan pikiran buruk hingga ingin putus. Kamu tahu maksudku, kan?"

Air mataku semakin deras menetes. Entah bagaimana perkataannya benar-benar membuatku terharu. Aku menunduk dan beberapa detik kemudian Galan memelukku dan mengelus-elus rambutku. Untuk kali pertama aku merasakan kehangatan ini. Aku tidak tahu aku membutuhkan kehangatan ini sampai hari ini.

Aku butuh seseorang yang mencintaiku apa adanya.

"Semua hal di dunia ini tidak bisa mengubah cara aku memandang kamu, Lie."

Sepertinya aku sudah jatuh terlalu dalam.

*****

Hari ini Galan memberitahuku kalau dia ada rapat Osis sampai sore. Hari ini tidak ada latihan piano bersama Bu Faza karena ruang latihannya dipakai anak lain yang mau ikut kompetisi. Bu Faza menawari aku buat ikut, tapi aku nggak mau karena target yang ingin aku capai hanya satu. Lagipula kompetisinya hanya level daerah. Aku belum tertarik. Beberapa kali juga pelatihku di Paris menanyakan kabarku. Jika aku ada beliau marah-marah, tapi kalau aku pergi begini beliau selalu menanyakan bagaimana kabarku. Yah, bagaimana lagi aku memang bersama beliau sudah 5 tahun.

Hai finito le parti pubblicate.

⏰ Ultimo aggiornamento: Mar 23, 2022 ⏰

Aggiungi questa storia alla tua Biblioteca per ricevere una notifica quando verrà pubblicata la prossima parte!

TRULY DEEPLY (REVISED)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora