Chapter 11

15 0 0
                                    

—Liesel Iskan—

Jalanan masih basah ketika aku berangkat sekolah. Semalam hujan tak kunjung reda dan sangat deras. Begitu ada kesempatan lumayan reda, Galan langsung pulang. Tetapi beberapa lama kemudian hujan kembali deras. Begitu kepergian Galan, aku menutup jendela dengan rapat dan langsung bergelung di kasur. Aku tidak ingin mendengarkan suara hujan dan lebih parah—petir. Untung saja semalam tidak ada petir meskipun hujan deras.

"Liesel." panggil seseorang saat aku masuk gerbang. Aku sudah mengenal suaranya. Tentu saja itu Galan.

"Hai." sapaku renyah. Kami berdua berjalan bersama-sama ke dalam sekolah.

"Aku kemarin pulang dengan selamat." cerita Galan dengan semangat. "Hanya saja ketika aku sampai dan ingin mengabarimu, aku baru sadar kalau aku tidak punya nomor hape kamu. Can I have your number?"

"Sure."

Galan dengan semangat mengambil hapenya dari saku celana dan memberikannya kepadaku. Aku mengetik nomor ponselku di hapenya dan dia menerimanya seolah aku memberinya piala. Tapi aku suka sikapnya yang selalu menghargai orang lain. Sepertinya pendapat orang-orang kalau Galan tidak suka bergaul dengan orang lain selain kedua temannya salah.

"Bagaimana tidur kamu semalam?"

Aku sekarang menyadari kalau semua orang di lorong berhenti berjalan dan memperhatikan kita. Tapi lagi-lagi Galan terlihat tidak peduli. Matanya hanya tertuju padaku. Sepertinya dia memang punya bakat hanya fokus pada satu hal.

"Nyenyak. Kamu?"

"Aku nggak pernah tidur senyenyak semalam."

"Karena dingin dan suara hujan?"

Galan hanya tersenyum. "Well, aku mau ke kelas. Jalannya ke sini. See you."

Aku mengangguk. Ketika Galan pergi, aku juga melangkah ke lorong kelasku. Anak-anak yang lain memandangku seperti aku seorang alien kemudian berbisik-bisik. Begini rasanya dekat sama orang popular? Aku suka dekat dengan Galan, tapi aku tidak suka ketika semua orang memperhatikan seperti ini.

Aku pura-pura cuek berjalan ke arah kelasku sendiri.

Namun, ketika di tengah jalan aku melihat Riana berdiri dengan menyilangkan kedua tangannya—menungguku.

*****

—Galan W. Aldrich—

Aku lupa.

Aku lupa memberitahu Liesel kalau nanti ada meeting terkait festival dan dia harus datang. Meskipun aku sudah mempunyai nomornya tapi aku ingin memberitahunya langsung dan melihat wajahnya. Aku seperti tidak rela jauh darinya. Bodoh, memang Liesel siapa kamu?

Aku tersenyum sepanjang jalan ke kelas Liesel seperti orang bodoh. Namun senyumku memudar saat kulihat Riana menarik tangan Liesel mengikutinya. Untuk sesaat aku lupa kalau Liesel berkerabat dengan Riana. Aku mengikuti mereka—khawatir terjadi apa-apa dengan Liesel. Bagaimanapun Riana itu perempuan menyebalkan yang tidak tahu aturan.

Mereka berhenti di sebuah gudang yang sepi dan Riana langsung berkata kepada Liesel.

"I told you! Aku bilang jangan dekat-dekat sama Galan kan?"

Hah? Aku masuk ke sebuah lorong sepi agar mereka tidak menyadari kehadiranku.

"Kenapa hari ini lo masuk bareng dia?"

TRULY DEEPLY (REVISED)Where stories live. Discover now