Chapter 16

12 0 0
                                    

-Galan W. Aldrich-

"Itu itu... Galan itu warungnya. Masih ada ternyata."

Aku menghentikan mobil Range Roverku di pinggir jalan. Aku melihat sebuah tenda di pinggir jalan dengan banyak asap mengepul. Tempat itu sejenis tempat yang hanya selalu aku lewati, tidak pernah aku kunjungi. Tapi kali ini bersama Liesel kali pertama aku datang ke tempat seperti ini.

"Jika nggak berubah, rasa mie ayamnya enak banget loh, Ga."

Aku hanya tersenyum tipis. Ketika memasuki tenda, ternyata tempatnya tidak sesempit yang aku pikir. Liesel memesan mie ayam biasa dan aku memesan yang sama. Kening Liesel tiba-tiba mengernyit ketika memandangku.

"Galan, jangan bilang ini kali pertama kamu datang ke tempat seperti ini."

Aku mengangguk. Mendadak merasa malu. "Iya."

"Oh my God, aku tidak tahu. Jadi gimana? Pulang aja?" Liesel terlihat panik.

"Nggak apa-apa. Kita udah pesan juga."

"Sungguh?" tanya Liesel merasa bersalah.

Aku tersenyum sambil mengangguk yakin.

"Aku merasa bertanggung jawab jika nanti kamu tiba-tiba sakit perut-"

"Aku tidak selemah yang kamu pikirkan."

"Tapi kamu tidak pernah makan di tempat seperti ini. Mungkin saja nanti malam kamu sakit perut. Kalau pulang nanti mungkin kita bisa mampir ke apotek, beli obat diare, buat jaga-jaga kalau kamu sakit perut."

Aku tertawa lepas. "Jika aku sakit perut aku akan menuntut kamu."

"Seharusnya kamu bilang dari awal-"

"Tidak apa-apa, Liesel. Aku tidak akan sakit perut. Aku suka karena ini kali pertama dan bersama kamu."

Liesel menyipitkan matanya. Ia hampir berkata sesuatu ketika seseorang memanggilnya.

"Liesel?"

Kami menoleh. Seorang laki-laki paruh baya dengan jas warna hitam berpenampilan rapi seperti orang kantoran memandang Liesel dengan kening mengernyit. Aku mengenal orang itu.

"Ayah?" kata Liesel kemudian. Agak terkejut.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Om Dennis-kalau tidak salah namanya itu. Jika aku lihat-lihat lagi wajah Liesel sangat mirip dengan Om Dennis kecuali warna matanya. Kemudian Om Dennis menatapku dengan tatapan menganalisis. Aku segera berdiri dan memperkenalkan diri.

"Saya Galan, Om. Temannya Liesel."

Aku tak menyangka akan bertemu calon mertua di tempat seperti ini. Calon mertua, Galan? Aku merasa konyol.

"Kamu anaknya Elizabeth kan? Yang kemarin datang ke pestanya Riana?"

Aku mengangguk.

"Apa yang kalian lakukan di sini?"

"Makan, Om."

Om Dennis mengamati kami berdua seakan mencoba menganalisis hubungan kami. Liesel terlihat tak nyaman sehingga aku kembali bertanya. "Om mau makan mie ayam juga?"

"Tidak. Aku ke sini karena tidak sengaja melihat Liesel."

"Kalau begitu kamu kembali saja. Lakukan apa saja yang ingin kamu lakukan sebelumnya." Liesel secara tidak langsung mengusir ayahnya.

"Aku akan pulang. Galan, tolong mampir dulu ke rumah. Aku ingin bicara."

Om Dennis ingin bicara. Entah mengapa aku merasa gugup. "B-baik, Om."

TRULY DEEPLY (REVISED)Where stories live. Discover now