Chapter 14

12 0 0
                                    

-Liesel Iskan-

Aku menatap Galan terkejut. Laki-laki itu memiliki ketenangan yang luar biasa saat mengatakannya. Apa hanya aku yang merasa tiba-tiba bumi yang kuinjak berhenti berputar?

"Mau jadi pacar aku?"

Pacar? Menjadi pacar seorang Galan? Apa aku tidak salah? Rasanya mustahil. Tidak mungkin juga Galan menyukaiku. Memangnya apa yang dia lihat dari aku yang bisa dibilang hanyalah butiran debu dibanding dirinya.

Aku menghela nafas panjang dan mulai berkata, "Galan-"

Tapi Galan tidak memberiku kesempatan bicara. "Aku menyukai kamu. Aku tahu ini terlalu cepat. Tapi apa salahnya kan kita coba dulu hubungan ini? Jika nantinya tidak berhasil, ya kita tinggal putus. Tanpa dendam, tanpa apapun."

"Tapi aku belum pernah pacaran." kataku kemudian.

"Sama aku juga." jawabnya membuat mataku langsung menyipit curiga.

"I swear. Aku nggak pernah pacaran sebelumnya." Galan serius. "Jadi bagaimana? Mau mencobanya dulu dengan aku? Aku tahu kamu mungkin belum menyukai aku. Tapi kamu tidak ada ruginya kan? Aku akan selalu di samping kamu-menjaga kamu."

"..."

"..."

"Memang ada hubungan tanpa menyukai lebih dulu?"

"Aku menyukai kamu. Satu sisi cukup. Lama-lama kamu pasti menyukai aku."

"Tapi-"

"Mau kan?"

"..."

"..."

Aku terdiam, berpikir keras. Bayangan Riana dengan pacarnya-Alexander-tiba-tiba terbayang di benakku. Jika aku punya pacar, mungkin aku tidak akan terlalu kesepian. Ide mempunyai pacar sangat menyenangkan. Sebenarnya tidak ada salahnya mencoba berhubungan.

Hanya saja dia adalah Galan Aldrich.
Statusnya membuatku ragu. Bagaimana kalau banyak orang mulai kepo dengan siapa diriku karena aku menjadi pacar Galan?

"Apa yang membuatmu ragu?" Mata Galan berkilat-kilat.

Hampir aku membuka mulut saat Galan kembali berkata, "Gak ada yang perlu kamu khawatirkan atau takutkan. Aku akan selalu menjaga kamu. I promise."

Tatapan penuh kesungguhan Galan membuat hatiku menghangat sekaligus darahku berdesir. Aku suka perasaan hangat yang aku rasakan sejak mengenal Galan. Mungkin perasaan semacam itu bisa menjadi permulaan. Lagipula Galan berjanji akan menjagaku kan? Siapa yang berani pada Galan? Nobody.

Akhirnya dengan berusaha membulatkan tekad, aku berkata, "baiklah."


"Serius?" Mata Galan membelalak. "Kamu serius nerima aku?"

"Well," Aku mengerutkan kening. "Apa kamu ingin aku berubah pikiran?"

"Nggak, nggak. Jelas nggak." Galan tersenyum lebar. Dia menggumamkan sesuatu tapi aku tak yakin apa. Tapi yang jelas dia terlihat bahagia. "Ya udah, kamu masuk sana. Aku balik sekolah dulu, selesaiin acara. Besok aku chat kamu, ya."

TRULY DEEPLY (REVISED)Where stories live. Discover now