📞FI-11📞

597 167 41
                                    

Ditunggu komen dan vote nya yaaaa.

><

Beruntung Rara tidak meninggal, dan dia dirawat di rumah sakit selama 3 minggu dan selama itu juga Putra senantiasa menjaganya.

Dan Putra palsu sudah tidak terlihat lagi, dia benar-benar menghilang dan tidak terlihat lagi.

Dan sekarang kamar inap Rara sama seperti sebulan yang lalu, dimana Mahen sedang mengerjakan tugas rumah milik Rara, dan yang lainnya sedang sibuk sendiri.

"Putri makan" ujar Putra seraya menyuapkan makanan yang baru saja suster antarkan.

"Gamau..pahit" tolak gadis berambut sebahu itu pelan.

Putra tersenyum gemas, dia mengusak rambut Rara pelan dan mengelusnya, kegiatan itu tak luput dari mata Qio.

"Makan, biar bisa pulang" ucap Putra lagi dengan lembut.

"Benar, makan dan sehatlah, biar kita bisa uji nyali lagi. Kudengar ada rumah kosong di Jalan Sofia, cepatlah sehat" cerocos Benedict semangat.

Semua kini memandang Ben dengan tatapan heran, tumben dia berani.

"Kau tidak takut Ben?" tanya Rendi.

"Tidak, aku sudah lebih berani sekarang." seru Ben sombong.

"Heeem...ya sudah" gumam Rara lemas dan menerima suapan dari Putra.

"Jangan lesu begitu, cepatlah sehat dan kita akan ke pasar malam lagi" sahut Naren tiba-tiba.

Ada apa nih, tumbenan Naren ngajakin. Yang ditatap nampak tak perduli, dia mengulas senyum tipisnya lalu mengelus pipi Rara.

"Cepat sehat Rara, jangan masuk Rs terus." gumam Naren lembut.

Wow, semua kaget tentu saja, apalagi Qio yang sudah gigit jari menahan kecemburuannya.

"Ke pasar malam lagi?" tanya Rara yang membiarkan Naren mengelus pipinya.

Bukankah bisa jika berteman seperti itu, Rara tak masalah.

"Iya benar."

"Oke!"

Dan Rara makan dengan semangat setelahnya, Mahen sendiri sekarang sedang menatap Putra curiga.

"Heh Putra, kau tidak dirasuki lagi kan?" ketus Mahen curiga.

Putra terdiam, tangannya berkeringat dingin dan wajahnya sedikit pucat.

"Aa..tidak, tentu saja tidak." jawab Putra tenang.

Mahen tidak semudah itu untuk percaya, apalagi melihat tingkah laku Putra yang sedikit aneh.

Bagaimana mengatakannya ya, Putra sedikit menjadi lebih lembut dan bicaranya juga terkesan hangat, tak seperti biasanya.

Mungkin dia hanya merasa bersalah? Bisa saja kan.

Mahen sekarang lebih teliti lagi dalam memperhatikan Rara, sudah 2 kali saudarinya itu masuk rumah sakit dikarenakan Putra.

Jadi wajar saja dia curiga.

"Sudahlah, jangan tatap Putra seperti itu." celetuk Rara menengahi.

Mahen mendengus pelan, dia mendekati ranjang pesakitan Rara lalu mengecup dahi sepupunya itu.

"Cepat sembuh, nanti aku belikan album kesukaanmu." ujar Mahen lembut.

Senyuman Rara mengembang sempurna. "Benarkah!?" pekiknya tidak percaya.

Mahen mengangguk pelan. "Aku! Aku akan belikan Rara kamera baru, jadi Rara harus cepat sehat!" seru Qio tak mau kalah.

"Kebetulan sepupu ku membeli lebih album boygrup kesukaan Rara, nanti aku mintakan 1 untukmu ya." sahut Benedict, dia kan juga mau memberikan sesuatu untuk gebetan gak peka nya itu.

"Aku berikan Rara novel saja." sahut Rendi tiba-tiba.

"Aku apa ya? Aku belikan ayam KFC 5 ribuan saja." celetuk Jaiden.

Rara tertawa senang mendengarnya, dia mendapat hadiah yang menarik dari sahabat dan sepupunya.

"Makasihhh, oke aku akan segera sembuh, jadi jangan lupakan hadiahku ya!"

"Iyaaaa."

"Iya Ra, cepat makan."

Rara mengangguk, setelah ini mereka akan menjelajahi apa lagi ya, hutan? Atau tempat lain yang lebih menarik.

📞📞📞📞📞📞📞📞📞📞📞📞📞📞📞Bersambung📞
















Peek-a-boo [Selesai]Where stories live. Discover now