Pulang

3.4K 333 18
                                    

 "Semua sudah siap?"

Tiga lainnya mengangguk, menanggapi perkataan sang penasihat Nanadaime itu. Sasuke menatap ke arah 4 wanita di belakangnya, ah bukan, tapi Sakura yang menatapnya dengan tak rela. Keegoisan khas remaja.

Pria bermarga Uchiha itu berjalan kearah gadis gadis itu, ia menatap mereka satu persatu, mengingat bagaimana perbedaan mereka dengan di masa depan. Mengingat ia melewatkan masa ini dalam pelarian.

"Kalian harus melupakan ini semua," ujar Sasuke tegas.

"Kami tidak akan buka mulut sedikitpun." Jawaban dari Temari tak kalah tegasnya, sebagai seorang ambasador tentu ia harus memilikinya.

"Bukan, tapi dalam artinya 'melupakan' yang sebenarnya, aku akan menghapus ingatan kalian."

Keempat gadis itu tersentak, sorot mata mereka menyalakan api penolakan yang berkobar.

"Kenapa kami harus melupakannya? bisa jadi kami dapat merubah masa ini dan membuat masa depan lebih baik!" Ino berusaha memberi alasan, tapi Sasuke sama sekali tak bergeming.

"Tidak ada yang perlu diperbaiki atau dirubah, Ino...," Shikamaru maju. Meski ia sempat tergiur, apalagi saat memikirkan ayahnya. Jujur, ia sangat bahagia melihat ayahnya yang masih hidup di masa ini, apalagi saat Shikaku tersenyum lembut ke arahnya, memuji atas kesuksesannya. Diantara ketiga temannya, memang hanya ia yang punya urusan dengan keluarga di masa ini, selain calon istri tentunya "...jangan merubah takdir yang sudah digariskan, itu akan lebih baik untuk kita semua."

Meski begitu, Shikamaru tak ingin merubah garis takdir yang sudah ada, ia tak ingin menghancurkan apa yang seharusnya berjalan karena keegoisannya semata.

Keempat gadis itu diam, memasang gelagat yang berbeda dengan ekspresi sama.

"B- baiklah, jika itu yang terbaik." Hinata membuka suara, menyerah dengan apa yang sudah ditetapkan para pria dari masa depan.

"Tenang saja Hime, kita akan bertemu lagi, setelah ini." Naruto berjalan mendekati Hinata, memasang senyumnya yang bersinar dan memeluk gadis itu.

"Itu benar,  ini demi semuanya," timpal Sai, ia berjalan memeluk Ino yang sudah hampir meledak. Memberikan hawa ketenangan asing bagi gadis itu.

"Baiklah, kalian berdua menjauh sana." Sasuke sudah bersiap, ia membuka portal dan kembali menatap keempat gadis itu lekat. 

"Sampai jumpa." mereka mengucapkannya bergantian, saling memanggil nama dengan penuh kasih, kecuali Shikamaru dan Temari tentunya. Mereka malah bertukar ejekan dengan wajah jenaka.

Sasuke mengaktifkan rinnegannya, mengarahkannya kearah para gadis. Seketika mereka jatuh pingsan, tapi para pria tak bisa menolongnya karena sudah terlanjur tertarik ke dalam portal.

-------------------000------------------

"Kalian sampai juga."

Sasuke menatap sosok didepannya datar. Seseorang yang seharusnya ia pandang degan hormat, gurunya, Hatake Kakashi.

"Bagaimana kau bisa tahu kami disini?" tanya Sasuke, tetap pada nada dinginnya.

"Bahkan genin pun bisa merasakan Chakramu ada di atas sini," jawab Kakashi santai, ia memang harus membuang jauh jauh rasa kesal jika berhadapan dengan murid durhakanya yang satu ini. Sekarang mereka berada di atap gedung Hokage, tidak banyak orang yang lalu lalang disini dan memang tidak ada.

"Yo! Kakashi-sensei! apa kau tidak mau menggantikanku jadi Hokage beberapa hari lagi?" perkenalkan, ini murid durhakanya yang kedua, Uzumaki Naruto.

"Kau tidak lihat mataku bengkak karena terlalu lelah?" Kakashi mendekatkan wajahnya, menunjuk matanya dengan sorot tajam yang hanya ditujukan untuk Naruto.

"Kami akan memanggilkan 'kita' yang ada disini, kalian lanjutkan saja reuni mengharukan antara guru-murid ini." Sai menggabar sebuah burung di gulungannya dan membuat segel.

"Sekarang 'mereka' ada di mana Kakashi-sensei?" tanya Shikamaru.

"Di rumah kalian masing masing." Begitu Kakashi menyelesaikan 4 kata itu, Sai dan Shikamaru langsung terbang dengan cepat, meninggalkannya bersama dua orang yang bagai langit dan bumi itu di atap gedung Hokage.

--------------000----------------

Tak sampai 30 menit, kedua jounin itu telah kembali, tentu saja dengan tujuan mereka yang duduk manis di atas burung gambaran Sai. Mereka semua mendarat dengan mulus di atas gedung Hokage.

"Hime!" sang Nanadaime langsung menghambur ke pelukan istrinya. Hinata sedikit terkejut tapi tetap membalas pelukan suaminya.

"Kau berhutang cerita, Naruto-kun." ucapan Hinata hanya dibalas cengiran serta anggukan, benar benar penurut.

"Kalian semua, bukan hanya Naruto, berhutang cerita lengkap pada kami." Temari turun dari atas burung, menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil menatap para pria yang menghilang tiba tiba beberapa hari ini dan menjadi penyebab diri mereka yang di masa lalu 'mampir' kemari.

"Iya iya, dasar wanita merepotkan." Shikamaru menyusul istrinya turun sambil memegangi pipinya yang memerah, perih.

Semua sudah bisa menebaknya, pasti ditampar Temari.

"Kenapa Kakashi-sensei disini? memangnya dia ada keperluan apa?" inilah murid Kakashi yang ketiga, dan seperti yang sebelumnya, dia juga durhaka.

Kakashi memasang senyumnya, senyum tabah "Entahlah? kurasa aku cukup berguna."

"Sekarang mereka harus kembali dulu, benar?" Sai menengahi, ia menyegel kembali burung itu kedalam gulungan.

Sasuke mengangguk "Tapi mereka harus melupakan ini semua." tidak seperti bersama para gadis yang akan menjadi istri mereka, Sasuke langsung menghapus ingatan para pemuda itu sebelum mereka mengajukan keberatan.

Toh, istrinya juga tidak protes, yang sebelumnya berbeda, itu karena Sakura yang merasa keberatan. Sekarang, ia tak perlu mendengarkan pendapat 'dirinya sendiri' yang masih remaja labil.

Para pemuda yang pingsan Sasuke lempar satupersatu kedalam portal, sebelum ia melempar 'dirinya sendiri' pria itu sedikit berpikir, ia menatap lagi ke arah portal seakan mengaturnya ulang baru melempar tubuh Sasuke remaja seperti sekarung beras tak bernyawa, sama seperti temannya yang lain.

Semua yang ada disana hanya diam, tak dapat berkata kata dengan tingkah absurd si bungsu Uchiha. Dengan satu tangan, ia berhasil melempar -dalam artian sebenarnya- empat pemuda tanpa merasa lelah sedikitpun.

"Mereka pingsan." itu jawaban Sasuke saat Naruto bertanya kenapa ia melempar keempatnya seperti karung beras, dan itu berhasil membuat Naruto kembali diam.

"Sudahlah, ayo kita kembali, kalian masih punya 'hutang' pada istri kalian 'kan?" 

Kakashi sialan

Padahal mereka enggan menceritakan kejadian konyol yang menjadi awal mula semua ini

Apalagi sekarang istri mereka menatap dengan kobaran antusiasme yang membara.

Keempat pria itu mengutuk Kakashi habis habisan dalam hati.

"Benar juga, ayo kita pulang!" ujar Ino semangat.

"Sasuke-kun?" Sakura menatap ke arah suaminya penuh harap "Kau akan pulang?"

Sasuke menghela napas dan mengangguk "Aku butuh istirahat."

Sakura tersenyum cerah "Baiklah, ayo kita semua pulang." 

4 pasangan itu mulai  berjalan turun dari atap melalui pintu yang disediakan. Belum sampai keluar, Naruto berbalik dan memasang senyum cerah "Kakashi-sensei, tolong kerjakan tugas Hokage dulu selama aku istirahat ya!"

"Murid sialan."

Is That You ?Donde viven las historias. Descúbrelo ahora