Part 9-Who is He?

6.6K 657 58
                                    

"Bil...." Editha menyentuh lengan Billy dengan jari telunjuknya.

Billy hanya bergumam sembari menggerakkan kedua alisnya tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun dari ponsel yang sedang ia mainkan.

"Geser dong Bil, gue tersisih nih."

Dengan jemari yang terus bergerak di atas ponsel, Billy bergeser lebih dekat ke arah Kito. "Ki geser, Ki. Ada korban mau ngungsi."

Mendengar perintah Billy, Kito berdecak kesal. Iya paling malas kalau ada yang menumpang di bangkunya. Bukan berarti tak mau berbagi. Tapi pernah suatu saat, Billy dan Kito berbagi bangku dengan Jimmy yang terusir dari bangkunya karena Roni yang mengusung pacarnya dari kelas sebelah saat mereka sedang tidak ada guru seperti ini. Dan saat itu, Kito harus rela terjepit di antara dinding dan tubuh Billy. Penasaran, Kito memandang ingin tahu, siapa yang kali ini harus mengungsi di bangkunya.

Menyadari Editha yang sedang berdiri di sebelah Billy, maka tanpa perlawanan, Kito menggeser posisi duduknya lebih dekat dengan dinding. Ia tersenyum-senyum salah tingkah saat melihat kedua mata Editha tadi menatapnya dengan ekspresi memohon. Jantungnya bahkan terasa berdetak lebih cepat. Kedua telinganya terasa panas.

Merasa diijinkan, Editha kemudian duduk berhimpit-himpitan dengan Kito dan Billy. Kelas mereka saat ini sedang free, karena guru Matematikanya mendadak harus meninggalkan kelas saat pelajaran berlangsung.

Menyadari sesuatu, Billy memutuskan untuk menyentuh icon pause pada aplikasi permainan ponselnya.  Dahinya mengernyit bingung.

"Dith, kalo lo di sini, terus Airin-" Billy mengalihkan pandangan ke arah bangku yang berada tepat di tengah-tengah kelas. Ia mendengus pelan, kemudian memutar bola matanya, jengah.

"Yep! Airin sama Langit." Editha meringis, menampilkan barisan giginya yang rapi.

"Katanya lo mau bantuin gue? Dusta lo." Billy merajuk, menggoyang-goyangkan sebelah lengan Editha.

Editha tertawa. Billy persis seperti anak kecil yang merengek pada ibunya. "Kan gue udah bilang, kalo gue gak memihak siapapun. Mau lo ataupun Langit yang minta bantuan, ya gue bantuin. Tinggal lihat aja siapa yang bakal menang di akhir." Editha mengedikkan kedua bahunya.

"Editha mah orangnya gitu."

Editha kembali tertawa. Ia juga bingung harus mendukung siapa. Di satu sisi, Langit adalah sepupunya, dan sisi lainnya ada Billy yang entah kenapa membuat Editha merasa tertarik karena kegigihan Billy yang terus mendekati Airin tanpa peduli berapa banyak teriakan dan barang-barang yang berhasil dilemparkan pada Billy tiap cowok itu menggoda Airin.

Billy beranjak dari bangkunya. Menepuk-nepuk lengan Editha. "Gue mau keluar nih. Gerah."

Mendengar suara Billy yang terdengar kesal, Editha hanya terkikik geli. Kemudian beranjak dari duduknya, memberi jalan pada Billy.

"Silahkan, Tuan," goda Editha sembari mengayunkan sebelah tangannya.

Billy sangat sadar situasi. Tapi ia memang berniat membiarkan Dipta juga ikut berperan dari persaingan yang kemarin Billy proklamirkan di kantin saat perkenalan pertamanya dengan Dipta. Ia akan menunggu saat dimana Airin memilih dirinya, atau Dipta. Tapi selama menunggu Airin menjatuhkan hatinya, selama itu pula Billy akan terus berusaha mendekati Airin dengan caranya sendiri.

Billy menghentikan langkahnya tepat di sebelah Airin yang terlihat sedang berbicara serius dengan Dipta. Melihat Dipta yang mengenggam sebelah tangan Airin, Billy hanya mendengus kesal. Sebelah tangannya bergerak menepuk-nepuk puncak kepala Airin dengan lembut. Billy membungkukkan tubuhnya sedikit. Membisikkan sesuatu tepat di sebelah telinga Airin.

Let Me be YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang