Part 10-Langit Biru (3)

6.5K 683 83
                                    

"Jaketnya udah, Sayang?"

"Udah."

"Obat-obatan?"

"Udah juga."

"Kacamata?"

"Udah, Ma. Mama ih, kan tadi Mama yang masukin semuanya ke tas Airin." Airin melipat kedua tangannya di depan dada. Gemas karena Mamanya sejak tadi selalu bertanya hal yang sama.

Hernita terkekeh pelan, "Ya kan Mama cuma mau mastiin, Sayang."

Airin berdecak kesal, "Mastiinnya gak berlebihan juga kali, Ma. Ini udah kali ketujuh kalo Airin hitung."

"Ma-"

"Iya, Mama khawatir sama Airin," potong Airin cepat. "Iya, Airin tahu, Mama."

Sabtu pagi yang cerah menurut Airin. Sepagi ini Airin dan Mama sudah menelusuri jalanan yang sama setiap ia menuju ke sekolah. Bahkan jam di pergelangan tangan kanannya masih menunjukkan pukul enam lebih lima menit, tapi matahari di ufuk timur sana sudah tersenyum lebar. Seperti biasa, di tiap liburan tengah semester, pihak sekolah memperbolehkan tiap angkatan untuk mengadakan acara liburan bersama. Dan kali ini, angkatan Airin memilih destinasi pulau Bali sebagai tujuan mereka dengan menempuh jalur darat. Jadi 233 siswa-siswi yang ikut nanti akan ditampung oleh 4 bus sekaligus.

"Hati-hati ya, Sayang. Kabarin Mama kalau kamu udah sampai. Jangan main air. Inget, kamu gak bisa berenang. Jadi jangan terlalu senang sampai lupa diri, main-main sampai tengah pantai, oke?"

"Sip!" Airin mengacungkan ibu jarinya sembari merekahkan senyum lebar.

"Yaudah, Mama take care ya." Airin bergerak mengecup kedua pipi Hernita, yang dibalas dengan kecupan di kedua pipi dan kening Airin.

"Dah, Mama." Airin melambaikan sebelah tangannya setelah mengeluarkan traveling bagnya dari jok belakang.

Hernita membalas dengan lambaian tangan dari dalam mobil melalui jendela kaca yang terbuka.
Setelah mobil Hernita benar-benar lepas dari pandangan Airin, ia memutuskan untuk berbalik, memasuki gerbang yang sedaritadi sudah dilintasi siswa-siswi angkatannya.

Airin tersenyum lebar saat mendapati Editha dan Dipta keluar dari satu mobil yang sama. Melihat Airin, Editha berlari kecil menuju Airin yang terlihat sedang menunggunya dengan senyuman lebar. Editha kemudian menggamit sebelah lengan Airin dengan sebelah tangannya yang lain menjinjing traveling bag sama seperti Airin.

"Hai, Airin."

Mendengar suara yang akhir-akhir ini selalu berada di dekatnya, Airin memandang ke arah Dipta dengan senyuman lebar yang menghiasi wajahnya.

"Hai, Dipta."

Hah, senyum Airin selalu saja berefek sama. Seolah ada air yang mengguyur di dalam dada Dipta yang menyebabkan bunga-bunga mendadak bermekaran di dalamnya. Entah karena apa, Airin mulai membuka diri padanya, dan otomatis itu membuat Dipta kegirangan setengah mati. Ya meskipun hanya dengan obrolan yang kelewat ringan, tapi Dipta sangat senang saat menyadari Airin tak pernah menolak kehadirannya lagi.

"Sini gue bawain." Dipta mengambil alih traveling bag dari tangan kiri Airin.

"Eh-"

"Dipta ih, gue yang daritadi bareng sama lo, lo gak ada tuh ada niatan buat bawain tas gue," protes Editha.

"Emang lo gebetan gue?" cibir Dipta. Airin sedikit terkesiap saat mendengarnya. Kedua pipinya bersemu merah.

"Sini gue aja yang bawain, Dith."

Rupanya kemerahan di kedua pipi Airin menular pada Editha saat menyadari ada tangan yang terjulur, mengambil alih tas yang dijinjing Editha. Editha hanya tersenyum malu-malu.

Let Me be YoursWhere stories live. Discover now