87.

11 2 0
                                    


Peringatan : Ada beberapa adegan yang tidak patut ditiru

Jian meneguk ludah, dia mulai mengeker dan memperkirakan sasaran di sekitar Aldiano. Walau Jian sudah lebih berani, dia juga tak mau dianggap sebagai seorang pembunuh.

Dia harus memutar otak mencari cara agar menembak sesuai keinginan dan permintaan Reno. Namun, tidak sampai menyakiti Aldiano berlebihan terutama yang harus dia benar-benar hindari adalah bagian tubuh penting seperti organ dalam tertentu. Mungkin, lebih aman di sekitar paha dan lutut ke bawah.

Sehingga, dengan cara tersebut pula Jian beranggapan seandainya nanti ada orang lain menemukan keberadaan mereka masih adanya peluang kemungkinan Aldiano tertolong. Harapan kecilnya tetap semoga tak ada yang celaka.

Maafin gue, Al

Sejujurnya, Jian juga tak tega. Apalagi, sosok ini Aldiano seseorang yang masih punya tempat tersendiri dalam hatinya hingga sekarang. Ini berat, tapi Jian terpaksa melakukannya. Jian menekan handle pistol.

Dan, akhirnya...

Dorrrr...

Kedua kalinya, peluru diluncurkan.

Seketika Jian menutup kedua matanya, kembali dirinya jatuh tersungkur. Bukan tanpa sebab, perasaan dan hatinya terasa teriris.

Jian menundukkan kepala, dia sama sekali tak mau melihat kondisi Aldiano sekarang. Rasanya cukup bersalah.

"ARGHHH.." Aldiano meringis kesakitan,

Aldiano jatuh menumpu lutut setengah duduk, memegangi area sekitar paha yang berceceran darah kemana-mana. Rasa sakitnya benar-benar luar biasa. Tak ada yang bisa menandinginya seumur hidup. Efeknya dari ini semua cukup membuat sekujur tubuh bergetar hebat.

"Al, kamu.." Mama Riska terisak, dia menangis sejadi-jadinya. Dia mencoba berbagai cara untuk mendekati sang anak melihat bagaimana kondisinya. Mulai dari mengghentakkan kaki, lalu mencoba mengangkat kursi dan sekuat tenaga menggoyangkan badan bergerak menuju sang anak.

Papa Leo menunduk ikut meneteskan air mata, tanpa berkata. Tak ada kata yang pantas diucapkan, untuk anak selain permintaan maaf. Dia bukan orangtua baik yang seharusnya melindungi anak. Ini malah kondisinya berbalik.

Papa Leo menggeleng,

Maafin Papa Al, seharusnya kamu punya orangtua yang jauh lebih baik dan pantas daripada Papa. Semoga kamu bertahan, Papa berdoa semoga ada bantuan dari luar sana.

Reno tersenyum kecil, adegan ini terlihat agak dramatis. Namun, dari awal sampai akhir dia sangat menyukai alurnya.

"Lo punya hati gak sih" Teriak Aline, penuh emosi. Akhirnya keluar juga semua unek-unek yang dia tahan sejak tadi. Dia memang mulai pasrah, tapi hatinya tetap saja ngilu dan ikut terluka melihat Sang Kakak kesakitan.

Reno tersenyum sinis,

"Lo ngomong sama siapa?"

Tatapan mata Aline tajam menatap Reno, kilatan emosi terpancar jelas.

"Menurut lo?? Jelas siapa lagi kalau bukan orang gila yang punya rencana bodoh. Ngebunuh orang apa bisa bikin hati lo tenang, bitch" Cerocos Aline panjang lebar,

"Bisa diem gak lo,..."

Ucapan Aline cukup menyakiti hati Reno, tak segan-segan dia akan menembak wanita tersebut.

Dan,...

Brakk....

"Sialan" Ucap Reno,

Ada beberapa polisi masuk ke dalam gudang dan langsung menembakkan pistol pada bagian tangan hanya untuk menjatuhkan pihak lawan. Sehingga terjadilah, perang antara anak buah Reno dan polisi.

Masih ada waktu dan kesempatan, Reno melakukan aksi menembak. Setidaknya, mereka harus merasakan kehilangan seseorang di dalam hidup ini. Biar tahu bagaimana sulitnya bertahan ditinggal seseorang seperti dia.

Reno menembakkan dari beberapa kejauhan, mengeker diperkirakan mengenai sesuatu organ penting Aldiano.

Dorr...

Sekian detik, Aldiano benar-benar jatuh tersungkur ke bawah.

"Yes" Ucap Reno menyeringai,

Namun, para polisi bergegas menembak Reno agar menghentikan tindakannya.

Tak berapa lama setelah dirasa mulai aman, Zelvanya pun masuk tatapannya berkeliling ke segala penjuru. Banyak orang berjatuhan di atas lantai.

Tak sengaja tatapan Zelvanya jatuh pada seseorang yang terluka cukup parah.

Zelvanya melangkah lebih cepat, apa dia sungguh terlambat. Dia mendekatinya,

"Al, apa yang sakit?"

Kini, posisi Zelvanya sudah berubah dia duduk dan mengangkat kepala Aldiano tiduran di atas pahanya. Dia mencoba menghentikan pendarahan dekat area jantung dengan memberikan tekanan.

"Makasih lo nyelamatin keluarga gue"

Tangan Aldiano mengelus pipi Zelvanya lembut.

"Lo hari ini cantik banget"

"Al, saya enggak bercanda. Ini bukan waktunya. Bentar lagi kita ke rumah sakit"

Aldiano tersenyum hangat,

Jian juga sudah berinisiatif membantu melepaskan ikatan tangan pada keluarga Aldiano lainnya satu per satu. Mereka pun langsung mengitari Aldiano.

"Lo gak boleh ninggalin gue.." Ucap Aline menangis, memeluk erat Aldiano.

"Gue.., sayang...banget sama lo"

Aline menangis cecegukan, dia masih tak rela hidup tanpa seorang kakak seperti Aldiano. Walau terlihat saling jahil atau menganggu satu sama lain. Mereka tetap punya rasa kasih sayang layaknya kakak beradik pada umumnya.

"Al, Mama yakin kamu pasti bertahan"

"Iya, Al. Papa juga yakin"

"Al, maafin gue" Ucap Jian terisak,

Aldiano menganggukkan kepala, dia memaklumi semua yang Jian lakukan. Mungkin, dia juga akan melakukan hal yang sama seandainya di posisi Jian.

Kemudian tak lama Aldiano jatuh pingsan tak sadarkan diri. Beruntung, ada ambulance datang persekian menit. Mereka langsung membopong Aldiano sesuai arahan.

Sekian cukup sampai disini

Sorry rada dramatis yaa, tapi aku suka yang dramatis begini dalam ceritanyaaa🤣🤣🤣

💙💙💙

YOUTUBER, MY PARTNER (SELESAI)Where stories live. Discover now