Silvanna

972 149 11
                                    

"Tuan Xavier."

Xavier menelan ludah secara kasar, sembari menatap wanita dewasa dihadapannya. "Saya mau meminta penjelasan." Lanjut Silvanna melipat kedua tangannya, ia memberikan tatapan tajam.

"Bagaimana bisa, adik saya yang tercinta. Dyrroth, mengalami musibah yang tidak pernah saya inginkan.. sebenarnya apakah anda benar-benar mengawasi para kebajikan??"

Silvanna menyipitkan matanya, lalu perlahan berjalan maju sembari menekan dada Xavier. Ia menatap serius, melainkan Xavier memberikan ekspresi gugup dan mundur hingga menabrak meja miliknya sendiri.

"T-Tentu saja! Saya selalu mengawasi para kebajikan saat bekerja.. anda tau kan, saya adalah ketua mereka?" Balas Xavier menyakinkan.

"Tapi para petinggi lainnya, berkata bahwa kau sangat buruk dalam memimpin." Saut Silvanna terang-terangan.

Ucapan itu sedikit menusuk hati Xavier, ia mengerutkan keningnya lalu menatap heran kearah Silvanna. Ada benarnya juga, bahwa Xavier berhasil menjadi ketua karena hasil yang tinggi di test final.

"Nona Silvanna, itu diluar kendali." Ucap Xavier serius, Silvanna mengangkat satu alisnya. "Apa maksudmu, diluar kendali?" Tanyanya. Xavier menarik nafas panjang.

"Mereka keluar, di saat waktu dimana para kebajikan seharusnya beristirahat. Yakni sekitar malam hari, saya sedang beristirahat dan tidak bisa mengawasi." Balas Xavier.

"Hayabusa berhasil mengikuti adik anda, dan mencoba menghentikan insiden tersebut. Tapi, adik anda malah memeluk balik sang dosa." Lanjutnya menjelaskan, Silvanna mendengarkannya.

"Kami para kebajikan selalu menaati waktu tidur nona, dan jika tidak sekalipun.. banyak pengawas diluar rumah."

Xavier menarik nafas panjang, lalu menatap Silvanna dengan penuh keyakinan. "Apakah sekarang kau menyalahkan adik saya?" Tanya Silvanna, Xavier reflek memijit pelipisnya.

"Saya tidak ada unsur menyalahkan adik anda nona, tapi ini kesalahan besar dari para dosa. Mereka sengaja memanfaatkan kepolosan Dyrroth, karena mereka tau ia paling muda." Balasnya.

Silvanna merenung, lalu menyipitkan matanya. Ia tampak menghela nafas panjang, lalu langsung mengambil jarak dari Xavier.

"Bisakah saya menemui Dyrroth?" Tanyanya lagi.

Xavier merapikan pakaiannya, lalu mengangguk. "Tentu saja, ikuti saya." Balasnya, lalu langsung berjalan keluar pintu. Silvanna mengikutinya dari belakang.

...

"Akhh! Ah!!"

Dyrroth memberontak keras, ia merapatkan giginya lalu menatap ke arah lantai. "Akh.. ukh.. hiks.." air mata keluar kembali jatuh, Dyrroth mengepalkan kedua tangannya.

Beatrix berkaca-kaca, sembari menatap Dyrroth dari kejauhan. Ia berniat masuk ke dalam, tapi Claude menahan tangan Beatrix. "Jangan." Ucap Claude menatap khawatir kearah Beatrix.

"Tapi... Bagaimana jika Dyrroth membutuhkan bantuan?" Tanya Beatrix, Claude menarik nafas panjang. "Biarkan para penjaga yang mengurusnya Beatrix, kita tidak bisa membantu banyak sekarang." Balas Claude.

Cklek.

Pintu dari ruangan atas terbuka, menampilkan Silvanna dan Xavier. "Kalian.. masih disini." Ucap Xavier menatap Beatrix dan Claude, lalu berganti pandangan kearah penjara yang berisi Dyrroth.

"Adik.." Silvanna berjalan ke arah depan penjara itu, lalu menutup mulutnya. Dyrroth yang merasakan langkah kaki, perlahan mengangkat kepalanya.

Wajahnya tidak seindah dulu, warna kulit dan matanya sudah nyaris berubah total. Dan mulutnya tidak berhenti mengeluarkan cairan hitam, "k-kakak.." ucap Dyrroth pelan.

𝗦𝗘𝗩𝗘𝗡'𝗦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang