7. Truth or Dare

41 9 2
                                    

"Udah lama, Sa? Ngapain duduk begitu disitu?!"

"Ssstt. Ish, mulutnya tuh anak!"

Rensa menghambur ke arah perempuan yang baru saja berucap cukup lantang dari jarak yang masih jauh. Dia berlari sambil menarik lengan perempuan itu menjauh dari Ruang OSIS.

"Kenapa, sih?" tanya Ilma keheranan.

"Sst, udah. Buruan kita pulang. Mumpung aku udah dapet ijin dari babeh aku."

"Boleh? Yes. Kuy, kuy. Mampir beli jajan dulu enak kali, ya? Buat ngemil ntar malem?"

"Coooocoook!!!"

Sambil melenggang pergi, Rensa menoleh kembali pada pintu Ruang OSIS yang masih tertutup setengah, meninggalkan sosok yang mungkin saat ini masih menangis lirih di dalam sana.

Kalau saja bisa, Jun. Aku juga mau masuk untuk sekedar bertanya mengapa dia menangis?
Jika saja bisa, aku juga akan menawarkan diri untuk menjadi tempat berbagi atau tempat menuangkan cerita.
Aku mau, Jun. Untuk sekedar duduk sambil menemanimu menangis hingga air mata habis agar berganti menjadi kelegaan di dada.
Tapi, yang terjadi malah aku hanya duduk di balik pintu, mengintip air mata yang menetes pelan, yang berusaha kamu tahan dan tutupi oleh kedua tanganmu.

Mungkin memang benar, tidak semua orang bisa menjadi pengemban tanggung jawab yang berat, tidak semua orang mampu menanggung harapan banyak orang di pundaknya. Mungkin kamu juga, Jun. Ekspektasi serta amanah yang ditangguhkan padamu kurasa terlalu berat untukmu yang mungkin baru kali ini merasakannya.

Harusnya pula tak ada yang bisa memaksakan kehendak dan ekspektasi tinggi pada orang lain. Karena, tak semua orang itu sama, dan kemampuan serta kemauan setiap orang juga tak sama untuk suatu hasil yang sama.
Rensa hanya bisa menghela napas cukup panjang.

"Kenapa?" tanya seseorang yang berjalan di sebelahnya.

"Hah? Em, enggak. Mayan capek aja, hehe..."

_•••_

"Ehh, harusnya masukkin sawi dulu apa oseng telur dulu, sih?" oceh Ilma sambil menimbang seikat sawi di tangannya.

"Sawinya di rebus?"

"Lah emang enggak di rebus?"

"Abis di cuci masukkin langsung bareng oseng telurnya kan?" Rensa mengatakannya dengan tak yakin.

"Kok balik nanya, sih? Emang kita mau masak apa deh?"

"Katanya oseng telur sama sawi?"

"Lah iya, sawinya di rebus dulu nggak?"

"Enggak lah. Abis telurnya di oseng masukkin sawinya yang udah di cuci tadi." Rensa dengan mantap menjelaskannya pada Ilma, lalu meletakkan sebuah talenan di dekat kompor.

"Yakin?"

"Iya. Insyaallah..."

"Beneran, Sa, kamu mah. Ntar kalau ngga enak gimana?"

"Ya salah kamu, lah."

"Kok aku?!"

"Yaudah terserah. Enak nggak enak juga yang makan cuma kita."

Aksara Untuk ArjunaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin