Pisah Jalur, Menarik Luka

19 5 5
                                    

¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤

Arjuna Dirga Abimana...
Bila tiada halang dengan sesuatu yang menahan hati ini,
Mungkin hari itu aku akan mengucapkan satu kata itu, agar jarak dan kemungkinan akrab diantara kita terjadi.
Namun, Jun...
Nyaliku ciut seperti pengecut.
Ada bayangan-bayangan yang mengelabuhi keberanianku dan mengubahnya menjadi ketakutan.
Aku takut aromamu makin jauh dariku.
Aku takut suaramu makin asing dariku.
Aku takut namaku jadi barisan yang perlu kamu hindari atau berjarak.
Tapi, Jun...
Bukankah aku juga sama, perempuan yang sangat wajar dengan perasaan dan cinta?
Bukankah aku juga sama, perlu dijaga juga hatinya? Ataukah tidak?

Jun, pisah jalur hari itu menarik sebuah luka singgah di hatiku.

_Rens_

¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤

Kali ini Rensa mencoba kembali hobi barunya yang sudah lama dia tinggalkan, mulai membuka-buka kembali buku-buku lawas juga kertas-kertas yang tersimpan dalam sebuah kardus di bagian bawah pojok almarinya, bertumpukan bersama buku paket, lks, buku catatannya semasa SMP.
Ada sebuah buku tebal dengan sampul warna biru langit bergambar boneka beruang, buku yang terkunci rapat sebab dikunci dengan sandi yang secara kebetulan Rensa hafal betul kode sandi yang dia buat.
"Nol tujuh-nol-lim-maa nol-e-nol" Agak kesusahan Rensa memencet tombol sandinya sebab macet dan berdebu.

Halaman pertama sebuah tulisan singkat ucapan terima kasih kepada seseorang yang telah memberikan buku ini sebagai hadiah.

Halaman kedua mulai berisi tulisan panjang yang menunjukkan isi perasaannya di hari itu.

Halaman ketiga sebuah puisi yang membuatnya tersenyum miris, aih, puisi yang lahir dari jiwa anak SMP yang sedang jatuh cinta, sangat berlebihan majas yang digunakan, penuh diksi yang membuatnya jengah dan begitu jijik.

"Ihh, najis banget kamu dulu. Sumpah alayy!!!" Rensa bergidik sambil mengucapkan kata alay dan jijik berulang-ulang. Ekspresi tidak menyenangkan juga turut andil menggambarkan betapa dirinya malu dengan dirinya sendiri saat masih SMP.

Namun, di halaman-halaman berikutnya tulisan-tulisan itu membuat Rensa terdiam begitu dalam menyelami setiap baris demi baris kata yang tercipta dari tinta pudar itu. Mulai mengagumi beberapa tulisannya terdahulu.

Rensa tahu, kehidupannya kini jauh lebih membuatnya ingin menjalani hari dengan biasa saja dan tanpa melibatkan banyak drama dengan banyak manusia, tapi Rensa juga tahu bahwa semakin bertambahnya hari dan waktu, maka semua hal akan bertambah berat dan menjadi parodi drama yang berepisode-episode.

Tapi, sampai saat ini hal yang selalu dia inginkan harus dia tahan bahkan pendam untuk membuatnya berkali-kali sadar bahwa beberapa hal di dirinya tidak bisa seirama, selaras, dan cocok dengan orang-orang yang akan dia temui atau sudah dia temui. Mencoba mengesampingkan kemauan dan memilih untuk melakukan beberapa hal atas dirinya sendiri.

"Ini loh, Jun. Beberapa hal yang membuatku harus menahan sebagaian hal dan bahkan banyak hal untuk aku ungkap. Ada hal yang sejak awal sudah berbeda jauh antara kita. Mulai dari kehidupan asal kita yang beda, cara hidup dan cara memandang hidup kita yang beda. Pun juga alur kehidupan kita yang juga beda..."

Rensa menghentikan bacaannya, menutup dengan kasar buku di tangannya sambil memandangi langit-langit kamar. Wah, betapa banyak kemungkinan luka yang akan dia terima jika meneruskan perasaan itu, dan apalagi mengungkapkannya. Jalur hidupnya dan jalur hidup Juna sejak kecil hingga kini telah memiliki tujuan dan arah yang tidak sama, kendaraan dan semua akses menuju tujuannya pun berbeda, lantas yang mengherankan adalah rasanya yang lancang terus dan terusan dirinya pendam yang nyaris setahun.

Aksara Untuk ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang