Jejak Di Perpustakaan

35 8 6
                                    

Biasain buat vote dulu, ya, Teman-teman. Biar aku semangat update. Daripada aku nyuekkin Arjuna lagi. Mwehe.

Please, give me response. Vote and Comment. Kritik, Saran, Pesan dan Kesannya. Terima Kasih.
♥♥♥

¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤

Sudah hampir seminggu Rensa mengurangi interaksinya dengan Juna dan Nuy, mencegah akses untuknya bisa bertemu atau berinteraksi dengan mereka. Mulai dari semua sosial media mereka yang Rensa bisukan, mengarsipkan kolom chat nama mereka, bahkan sampai mengganti alur jalan ketika berada di sekolah.

Bahkan akses yang memiliki kesempatan untuk berinteraksi pun sudah mulai Rensa jauhi, mulai dari pindah posisi parkir, tidak lagi mampir ke ruang Osis, tidak lagi duduk-duduk di balkon teras kelas, juga berpindah toilet. Semua itu sudah Rensa lakukan hampir seminggu ini, maka jika tidak ada kegiatan lain seperti tutor, jam tambahan di kelas, atau hak penting lain Rensa akan segera pulang, bahkan jika ada jam kosong yang biasanya dia gunakan untuk duduk bersila di balkon teras kelas agar bisa mencuri-curi pandang kelas Arjuna yang ada di bawah, kini Rensa ganti untuk menghabiskannya di perpustakaan.
Sebuah usaha untuk membatasi kemungkinan interaksi dengan Arjuna, dan juga agar perasaan itu tidak menjadi subur.

Sudah seminggu ini pula, Rensa membisukan grup chat OSIS, memilih membukanya saat dia mau, hanya untuk menyimak atau membacanya saja. Itu semata dia lakukan agar, perasaan itu tak bersemayam terlalu lama di dalam dirinya, karena sudah berulang kali dirinya menelan pahit saat memutuskan mencintai secara mandiri.

"Ayok, Sa? Kamu nggak bawa almet?" Tanya Ilma tiba-tiba menghampiri mejanya, tangannya sudah menenteng sebuah jas almamater warna biru tua, jas almamater identitas OSIS.

"Kemana emang?"

"Kamu nggak ikut baksos ke SD?"

"Enggak, kan aku nggak nge-list semalem."

"Nggapapa ayok. Sama aku ntar..."

"Ngga ah, mau nyusulin materi yang ketinggalan aja mending."

"Ee busett. Berasa jadi anak bandel gue. Yaudah deh, ntar aku pinjem catetan aja kalau misal ada nyatet. Duluan, byee... Assalamu'alaikum...

"Wa'alaikumsalam..."

Itu bukan sepenuhnya keinginan Rensa, Rensa sangat suka kegiatan sosial tapi lagi-lagi itu ingin dia lakukan agar terhindar dari pertemuannya dengan Arjuna. Dia tidak mau, dia harus melanjutkan misi itu, sampai setidaknya rasa kesal, sesak, dan degupnya itu hilang atau minimal mereda terhadap Arjuna.
Sudah pasti tidak semudah itu untuk melakukannya, berpura-pura tidak peduli. Berpura-pura menghilangkan rasa, berpura-pura bahwa Arjuna bukan apa-apa, bukan siapa-siapa untuk bisa dianggap penting untuknya. Berpura-pura saja, terus berpura-pura sampai lupa bahwa itu semua hanya pura-pura.

Tapi memang adakalanya sangat sulit untuk melakukan permainan pura-pura itu, karena sejak awal Rensa menaruhkan rasa pada Juna juga bukan atas dasar kepura-puraan, Rensa tidak mengelak, tidak berusaha pura-pura jika dia tidak sengaja jatuh cinta pada Juna. Rensa benar-benar menyadari perasaannya itu sejak awal ketika kedua netra mereka beradu di sepertiga malam dalam acara OSIS.
Sejak saat itu Rensa-pun tidak berusaha mencegah atau menolak pertanyaan dalam hatinya tentang, "Masa iya, aku menyukai Arjuna? Laki-laki yang menjadi partner organisasiku?".
Bahkan jika harus mengelak pun, yang dielakkan adalah tentang keyakinan hati dan prinsipnya yang teguh, tentang pertanyaan-pertanyaan yang membuat benih-benih takut juga ragu itu datang.

"Apakah perasaannya itu sesuatu yang baik? Dan tidak menimbulkan masalah?"

"Apakah nanti akan menjadi berat baginya jika perasaan itu hanya sepihak?"

Aksara Untuk ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang