9. Lukanya Masih Ada

44 7 1
                                    

¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤

Rasa sakitnya sudah mereda bertahun-tahun yang lalu saat ada luka yang lebih besar datang...
Kucuran darah itu masih belum seberapa ternyata, ketika rasa nyeri yang kutahan dalam diam menyerang pertahananku yang cukup tangguh, hingga akhirnya luruh bersama rintik dari kedua mataku...

Kalau untuk luka yang tampak oleh mata kau mau meminta maaf...
Maukah kau juga mengucapkan maaf untuk luka dalamku yang mungkin tidak sengaja kau buat?

Lukanya masih ada, bekasnya masih terlihat seiring bertumbuh diriku
serta berjalannya waktu...
Aku lupa tentang nyeri luka juga kucuran deras darah itu, yang kuingat adalah rentetan kata maafmu yang menggiring rasa sesak di dada dan air mataku.
Juga tentang bebatan perban di jari tangan kiriku...

Maaf, karena di hari itu banyaknya darah yang mengucur membuatku tak sempat menyahuti permintaan maafmu...
Semoga mengingat hari itu, aku tak ingin kau berpikir bahwa aku membencimu. Tidak.
Atau beranggapan aku tidak memberikan maaf untukmu. Tidak.

Jun, sekarang luka itu membekas di jari tangan kiriku. Dan ketika ada luka baru di jari itu atau di sekitarnya aku selalu mengingat suaramu yang serak dan lembut mengucapkan kata maaf...

"Aku. Memaafkanmu, Jun. Bahkan untuk luka yang lebih besar dari itu..."

_Rens_

¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤

"Lahhh, elo lagi elo lagi, Sa?!"

"Kenapa? Nggak suka? Protes sana ama ketuanya?!"

"Lahhh, kok ngegas?! Santai aja kalik, Sa. Malah bersyukur satu pos lagi sama elo..."

"Idihhh! Bisa ajaa nih kodok cempreng!"

Rensa dengan bangga melempar candaan itu di depan Nadhim. Memang benar suara Nadhim ini berisiknya minta ampun, apalagi jika sudah tertawa terbahak-bahak sudahlah mirip seperti kodok yang yang kehabisan napas, ditambah cemprengnya yang nyaring. Bisa saja orang ingin memukulnya kalau tawanya sudah melampaui batas kewajaran.

Lagi. Kali ini mereka berdua ada dalam satu pos jaga untuk sebuah misi yang akan diselesaikan peserta Wide Game LDK OSIS. Misi menyusun puzzle logo OSIS, tujuannya agar peserta tahu setiap detail dari logo, memahami tiap sisi dan lebih dari itu memahami esensi dari makna logo itu. Bukankah untuk terjun ke dalam sebuah organisasi haruslah mengenalinya terlebih dahulu? Benar, bukan?

Celana training warna pink masih saja melekat di tubuh Nadhim, namun kaos yang semalam telah berubah dengan kaos olahraga warna serupa. Yup, kaos olahraga sekolahnya adalah warna pink, perpaduan pink lembut dan pink yang pekat. Yang sangat dihindari oleh anak laki-laki angkatan Rensa. Jelas saja, "Kaos olahraga warna pink? Apa kata orang?" Begitu keluh mereka. Jangankan anak laki-laki, sebagian anak perempuan saja juga tidak begitu suka, termasuk di dalamnya adalah Rensa yang kerap tidak percaya diri menggunakannya.

"Harusnya misi puzzle tuh taruh di pos awal, yang mikir-mikir sama strategi gitu enaknya awal. Akhir-akhir gini enaknya yang pake tenaga..."
Ucap Nadhim tiba-tiba seolah memprotes sistem penempatan pos, yang lagi-lagi pos yang harus dijaganya selalu ada di posisi akhir.

"Ya kenapa tadi nggak protes aja sama Juna? Malah ngedumel sekarang?"

"Jujur, gue pengen ikut pos ular buta mandi air. Pengen ikut gebyurin adkel!"

Aksara Untuk ArjunaWhere stories live. Discover now