Kamu Bintangnya

15 4 14
                                    

"Kamu udah sarapan, Rens?"

"Belum sempet, Mas. Mau traktir kah?"

Senin pagi Rensa sudah berada di Ruang Beezer (Ruang Komunitas Jurnalistik Sekolah), saat dia datang sudah ada 2 orang meringkuk mengitari Mading 3D yang sudah hampir mencapai final. Hari ini bahkan Rensa mendapat dispensasi untuk tidak mengikuti kelas karena mengurusi kompestisi Mading 3D yang sore nanti sudah harus sudah diantar ke Kampus penyelenggara.

"Bakpao Ijo?"

"Deal!"

Mendengar kata bakpao ijo membuatnya tidak bisa menolak, karena itu adalah jajanan terfavorit Rensa selama berada di sekolah, menempati posisi teratas mengalahkan piscok, donat, biskuit good time, dan tempe gembus kesukaannya. Setiap jajan ke kantin, Bakpao ijo harus ada dalam daftar jajan Rensa, kalau kehabisan barulah dia pindah ke kandidat berikutnya.

Menurut Rensa, Bakpao ijo bukan cuma sekedar bakpao yang berwarna hijau dengan isian coklat lumer, tetapi dia adalah serangkaian cerita dimulai dari rasa penasaran, coba-coba, suka, lalu jatuh cinta sedalam-dalamnya hingga sulit digantikan.
Mungkin diawal pertemuannya dengan bakpao ijo yang tidak sengaja kala itu, ketika dia kelaparan dan hanya memiliki uang dua ribu rupiah di kantong seusai wawancara seleksi OSIS dan akhirnya bertemu dengan bakpao ijo.
Hanya bermula karena penasaran 'mengapa ada bakpao yang warnanya se-ijo itu?','seperti apa rasanya bakpao warna ijo? Maniskah atau kayak rumput?' Karena selama ini Rensa hanya bertemu dengan bakpao putih isi kacang hijau atau coklat.

Berawal penasaran, mengicip satu buah bakpao, lalu kemudian jatuh cinta hingga akhirnya menjadi favorit yang harus selalu ada untuk mengisi perut. Ya, jatuh cinta memang seaneh, semudah, dan seunik itu bahkan sampai bertahun-tahun tanpa rasa bosan.

Sama seperti bagaimana Rensa jatuh pada satu nama Arjuna, mulanya hanya karena temu tatap yang tidak sengaja, lalu penasaran pada tatap berikutnya, jatuh cinta dan kemudian menjadi lebih dalam. Benar memang sebuah ungkapan yang pernah Rensa dengar, "Tatapan yang pertama itu halal, namun menjadi racun untuk berikutnya." Rensa meyakini itu, kalau saja saat itu Rensa dan Juna tidak bertemu tatap di sepertiga malam sebelum subuh maka bisa saja dia tidak akan  jatuh pada orang bernama Arjuna.

Tapi apa mau dikata? Harus begitu jalan ceritanya. Mungkin Arjuna dan Rensa sengaja dipertemukan, sengaja dibuatnya Rensa jatuh hati pada Arjuna agar Rensa mengambil dan mendapat pelajaran untuk beberapa hal. Untuk menjadi orang yang tulus, untuk menjadi perempuan yang bertekad menaikkan value diri, berusaha menjadi perempuan yang serba bisa dan tidak menye-menye.

Mungkin itu sekian dari yang akhirnya Rensa sadari. Tapi jujur saja, sebelum Rensa jatuh hati dengan Arjuna alur hidup Rensa terasa monoton, begitu-begitu saja dengan dirinya yang pendiam, kutu buku, dan introvert. Untuk kemudian Rensa berani mengubah kemudi dan keluar dari alur zona nyamannya.
Rensa yang kutu buku menjadi Rensa yang lebih banyak interaksi, Rensa yang menghindari kegiatan sosial menjadi Rensa yang mengoleksi juga mengikuti ragam aksi sosial, Rensa yang semula hanya berkutat pada akademik menjadi Rensa yang lebih membuka diri dan menerjunkan diri dalam banyak wadah kegiatan publik. Dan jujur, hal yang Rensa mulai sadari dari dirinya di masa putih-biru telah berbeda cukup jauh dengan dirinya di masa putih abu-abu.

"Rensaa. Teks anekdotnya aman, ya? Abis ini mau aku kerjain." Suara yang memotong memori di kepala Rensa itu berhasil mengalihkan fokus, membuatnya menoleh mencari sumber suara yang ada di belakang komputer seberang.

"Oh iya Mbak, ini udah beres kok, aku kirim, ya, atau langsung di print aja?"

"Nggak-nggak, jangan! Biar aku cek dulu, aku aja yang ngeprint."

Aksara Untuk ArjunaWhere stories live. Discover now