16. Menyesal

600 67 2
                                    

Suasana riuh memenuhi kawasan lapangan SMA Merah Putih. Pihak kepolisian datang ke sekolah tersebut membawa lima orang tersangka kasus penculikan Tara seminggu yang lalu.

Tubuh Alma dan Kana bergetar hebat. Keringat membasahi pelipis mereka berdua, riwayat mereka pasti akan habis hari ini. Dan Cilla hanya bersikap santai seraya melipat tangan didepan dada, ia seperti tidak mempunyai beban apapun.

Shael ada disana juga, ia berusaha menetralkan detak jantungnya yang kian kencang. Shael berharap ia tidak bernasib buruk hari ini.

Apa kata mereka semua, kalau ternyata adik kandung dari Tara ikut andil dalam penculikan kakaknya sendiri?

Bagas didorong paksa oleh pihak kepolisian untuk keluar dari mobil. Bagas yang sudah lemah dan babak belur hanya pasrah, ia tersungkur di tengah lapangan. Keempat preman lainnya pun bernasib sama seperti ketuanya.

Sosok Wijaya muncul, ia melangkah ke tengah lapangan. Rupanya yang menawan membuat puluhan siswi di SMA Merah Putih memekik kencang.

"Sumpah, ini bapaknya Dewangga?"

"Anjirrr pantesan anaknya cantik, ayahnya aja modelan sangar ditambah ganteng!"

"Vibesnya kaya mafia...."

"Duda nggak, om? Mau dong jadi ibu tirinya Dewangga,"

"Istrinya secantik ape ye. Beruntung amat,"

Tara tersenyum geli, diusia ayahnya yang sudah menginjak kepala empat pun masih menjadi incaran para siswa-siswi. Lalu bagaimana dengan masa muda Wijaya? Tara akui, Elsa sangat hebat dapat menaklukan ayahnya.

"Saya, ayah dari Dewangga Bumantara Rahandika. Anak saya diculik oleh kelima preman di belakang saya, dan tujuan saya datang kemari untuk menangkap otak dari semua rencana penculikan tersebut!" seru Wijaya lantang.

Alma bergidik ngeri, ia merapalkan banyak doa agar dirinya selamat hari ini.

"Untuk nama yang saya panggil, silahkan menghadap saya," Wijaya menjeda ucapannya sebelum berucap kembali.

"Sacilla Vionette, Almahera Putri, dan Kanara Mahiyang Senjani."

Rasanya jantung mereka langsung merosot ke perut, walau takut-takut akhirnya Alma dan Kana maju ke tengah lapangan. Disusul Cilla dengan tampang songongnya dibelakang mereka berdua.

Wijaya menghampiri Mamat dan mencekal tangan preman tersebut untuk dibawa ke tengah lapangan, "Dari mereka bertiga, siapa yang bertugas membuat rencana,"

Mamat diam, ia mematung tanpa suara. Ia menoleh ke arah belakang, disana, Bagas memberikan isyarat yang diangguki oleh Mamat.

Mamat menunjuk salah satu diantara mereka bertiga, "Dia, dia yang bikin rencana buat nyulik Tara! Dia juga yang nyuruh kita bebas buat nyiksa Tara,"

Kana membelalak ketika ia dituding sebagai otak dari penculikan Tara. Ia hanya membantu Cilla menyelesaikan rencananya agar berhasil, bukan membuat rencana seperti apa yang dikatakan oleh Mamat.

"Apa-apaan lo?! Gue emang ikut dalam penculikan Tara, tetapi bukan berarti gue yang bikin rencananya!" ucap Kana tidak terima.

"Terus siapa yang membuat rencana penculikan Tara?" tanya Wijaya.

Kana menunjuk Cilla, "Lo yang buat rencana nyulik Tara kan?! Ngaku lo cepetan!!"

Cilla menggeleng cepat, "Gue nggak salah apa-apa! Gue aja baru tau kalo Tara abis diculik."

Kana emosi, ia mendorong pundak Cilla hingga tubuh cewek itu tersungkur ke tanah. "Nggak usah pura-pura lo! Kita semua udah ketahuan, mending ngaku aja!"

DEWANGGA Where stories live. Discover now