prolog.

996 66 0
                                    

Matahari yang terang itu akhirnya tenggelam, meninggalkan langit, dan berubah menjadi gelap

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Matahari yang terang itu akhirnya tenggelam, meninggalkan langit, dan berubah menjadi gelap. Cahaya rembulan yang menyebul dari balik awan hitam yang berada di langit juga tidak mampu memberi penerangan sempurna.

Bahkan bintang bintang pun tidak terlihat untuk menghias langit malam itu.

Hembusan angin malam yang dingin menerpa tubuhnya, memberikan sensasi menusuk pada kulit pucatnya. Namun rasa dingin itu tidak mampu menutupi rasa sakit yang ia rasakan sekarang.

Perlahan ia mengangkat tangannya, mencoba untuk merasakan sesak di dada. Dan ia baru menyadari bahwa jantung nya kian melemah. Entah bagaimana lagi ia harus menjelaskan rasa sakitnya sekarang.

Begitu sesak hingga rasanya, rasa sakit itu tidak mampu ia bendung seperti sebelumnya. Namun ia terus memaksa agar sakit itu tidak terlihat oleh siapapun.

Jeritan pilu tiba tiba terdengar dari bibir ranum nya, menggema di setiap sudut ruangan. Suara radio yang terpasang juga tidak mampu menutupi jeritan pilu yang menyakitkan itu.

Tubuhnya bergetar hebat, hawa dingin itu lagi lagi menusuk menerpa tubuhnya yang lemah. Sesak di dadanya begitu kentara mengimbangi rasa sakit di jantunya.

Seberapa besar dan kuat usaha dia untuk menyembunyikan rasa sakit itu. Pada akhirnya ia menyerah.

Kristal bening mulai turun membasahi pipi merahnya, isak tangis mulai terdengar, menemani kesendirian yang menyakitkan ini. Tanganya mencekram erat baju yang ia kenakan, mencoba untuk menggenggam hatinya yang remuk, merasakan luka yang tak pernah terlihat namun terasa begitu sakit, hingga sulit untuk di benam.

"Kenapa dada aku sakit banget?__"

"kalo terus terusan begini... Apa aku masih bisa bertahan?" Lirihnya.

Starsa memejamkan matanya yang mulai terlihat bengkak, rasa perih di dalam hatinya, mengalahkan rasa sakit yang berada di dadanya saat ini.

Tak bisa dipungkiri, walau selama ini ia telah berlatih untuk memendam semuanya, pada akhirnya ia juga menemukan titik terlamah yang tidak bisa ia kendalikan lagi.

"Starsa."

Panggilan itu terdengar jelas di telinga Starsa, ia mengenal suara berat itu. Perlahan Starsa menoleh untuk memastikan apakah dugaannya benar.

"Kak langit?"

Asterion Langit, berdiri tepat dihadapannya. Memandang nanar ke arah Starsa, dengan menggunakan tuxedo bewarna biru yang membalut tubuh kekarnya yang sempurna. Wajahnya yang tampan terlihat datar dengan tatapan elang khas nya. Membuat jantung Starsa tiba-tiba berdegup kencang.

langit untuk starsa (End) Where stories live. Discover now