16

1K 94 2
                                    

.

.

.

"Lo kapan jumpai Jaenar?" Ucap Marvel mendudukkan bokongnya di sofa ruangan milik Jovan. Walaupun Jovan adalah atasannya tetap ia saja sahabatnya, jika tidak ada orang atau saat mereka berdua saja sudah biasa Marvel berbicara non formal kepada Jovan. Namun saat dirinya dan Jovan sedang dalam keadaan serius membahas perusahaan maka keduanya akan menggunakan bahasa yang formal layaknya atasan dan bawahan.

Jovan melirik Marvel sebentar dan menghembuskan nafasnya. "Gua juga gak tau. Gua masi malu untuk ketemu sama Jaenar dan juga anak gua"

"Gua tadi pagi ketemu Jiendra, anak lo dia duplikat lo. Lo yakin gak mau ketemu dia?"

"Gua tau anak itu tumbuh dengan baik. Gua bukan gak mau, tapi gua Masi belum bisa ketemu dia secara langsung. Gimana kalo dia benci gua? Atau lebih parahnya dia gak mau nerima gua sebagai Daddy nya. Dan lagi, gua belum bisa berhadapan langsung sama Jaenar"

Ketakutan yang menghantui Jovan terus saja berputar di otaknya. Dia sangat ingin memeluk tubuh jangkung putranya dan mengatakan bahwa dia adalah Ayah anak itu, tidak hanya Jaenar tapi dia juga adalah Ayahnya yang selalu memikirkan bagaiman tumbuh kembangnya di luaran sana. Dia juga selalu mengawasi semua aktivitas yang dilakukan Jaenar maupun putranya selama di rumah Ayahnya Jaenar. Dia melihat bagaiman anaknya tersenyum walaupun samar, dia juga melihat bagaimana wajah keibuan dari Jaenar saat berhadapan dengan putranya. Semua ia ketahui hanya saja lewat foto yang dikirimkan oleh anak buahnya yang bertugas untuk menjaga rumah Yuda 24 jam lamanya dan memastikan putranya dan Jaenar baik baik saja.

"Kalo kata gua sih mending lo cepetan jumpai Jaenar sama anak lo sebelum mereka makin benci sama lo. Bisa aja selama ini anak lo itu pengen ketemu sama lo, bisa aja Jaenar juga butuh lo,"

Jovan mengusap wajahnya kasar, memikirkan ucapan Marvel barusan. Bagaimana jika semuanya iya, bagaiman jika memang putranya menunggu kehadirannya yang selama ini tidak bisa menemukan keberadaannya, bagaiman jika Jaenar ternyata membutuhkannya, walaupun itu tidak mungkin.

"Lo jemput anak lo dari sekolah. Terus lo ketemu sama Jaenar dan omongin semaunya baik baik, manatau dia juga ada prasaan yang sama sama lo" ucap Marvel memberi saran kepada Jovan yang terlihat memikirkan sarannya.

Dia jengah dengan Jovan yang seperti orang bodoh selama berhari-hari, dia selalu menjejerkan foto yang dibawah oleh orang suruhannya untuk menguntit Jaenar dan Jiendra, pria dewasa yang cerdas dalam berbisnis ini ternyata bodoh dalam urusan lainnya. Jika saja Jovan menemui Jaenar dari jauh hari mungkin saja Jovan dan Jiendra sudah berada dalam mobil yang sama sekarang seperti yang dilakukan Marvel tadi, mengantar putranya dan putra Jovan.

.

.

Menatap seisih kantin yang ricuh berbeda 180 derajat dengan sekolahnya di Jepang, Jiendra membuang nafasnya lelah.

"Jiendra"

Mendengar namanya dipanggil Jiendra memutar kepalanya menatap orang yang memanggilnya tadi.

"Aku nyariin kamu tadi" ucap wanita yang memanggil namanya tadi. Melihat wajah Jiendra yang dikerutkan membuat wanita tadi paham bahwa Jiendra tidak mengenalnya. "aku Yuna, Shin Yuna teman sekelas kamu"

Jiendra mengangguk, dia memang belum berkenalan dengan seluruh teman sekelasnya, hanya sebangkunya saja yang dia kenal. Tidak punya waktu dan tidak terlalu penting itulah yang membuat Jiendra malas berteman.

"Kamu pasti mau makan ya? Gimana kalo bareng aku aja?"

Jiendra nampak menimang ucapan Yuna padanya, namun saat ingin menjawab ucapannya sudah di potong terlebih dahulu.

Love mistake || NOMIN Where stories live. Discover now