17

1.1K 86 2
                                    

.

.

.

Jaenar membuang nafasnya gusar, Ini sudah pukul 9 malam tapi putranya belum pulang dari sekolahnya.  Sedaritadi dirinya menghubungi ponsel Jiendra tapi tidak ada jawaban.

"Udahlah Na, Jiendra juga udah hampir sebulan sekolah disini, gak mungkin kalo ilang" ucap Yuda menenangkan Jaenar.

"Ni anak perginya sama Jovan pasti," Jaenar menggerutu.

"Ayah udah tau kalo Jie selalu di jemput sama Jovan selama inikan? Kok gak ngomong ke Nana sih Yah"

Jaenar berjalan menghampiri Ayahnya dan duduk tepat disampingnya.

"Jie lagi, kenapa gak bilang kalo udah ketemu sama Jovan dari lama. Nana gak pernah marah, Nana juga tau Yah tapi selama ini diem aja. Nana yakin jie bakal cerita sendiri ke aku, tapi anak itu" Jaenar mengusap wajahnya kasar, lelah berbicara karena kemarahan menguasai dirinya.

Dia sudah tau bahwa putranya selalu pulang bersama dengan Jovan. Jaenar juga tau baru-baru ini saja, dan ternyata Jiendra dengan Jovan sudah bertemu sejak awal anak itu masuk sekolah yang berarti sudah hampir sebulan mereka selalu bertemu.

Ketakutan melanda Jaenar. Dia takut sewaktu-waktu anaknya akan lebih nyaman dengan Jovan daripada dengan dirinya. Dia juga takut kalau Jovan akan mencuci otak anaknya, walaupun dia tau itu tidak mungkin.

Jaenar bangkit dari sofa yang ia duduki saat mendengar suara mobil berhanti di depan rumahnya, ia bahkan mengabaikan Yuda yang mencoba menenangkan dirinya yang sudah dilanda dengan marah.

Jovan tersenyum, mengelus rambut hitam legam milik Jiendra sebelum anak itu masuk kedalam rumah.

"Udah larut Dad. Gak mau singgah dulu?" Ucap Jiendra menatap wajah tersenyum sang Daddy.

"Belum waktunya"

"Mau sampai kapan? Papa pasti butuh seseorang di hidupnya capat atau lambat"

Lagi-lagi Jovan tersenyum sambil mengelus Surai hitam putranya. Dianya tau itu, cepat atau lambat pasti Jaenar butuh wanita ataupun bisa saja pria untuk mendampingi hidupnya. Dan itu adalah hal yang tidak bisa dibayangkan oleh Jovan.

"Secepatnya. Udah sana masuk"

Belum selangkah Jiendra bergerak suara Papanya sudah masuk kedalam Indra pendengarannya. Membuat Jiendra maupun Jovan mematung.

"Gak tau jalan pulang Jie? Gak inget waktu kamu?"

Jaenar bersidekap menatap putranya yang tertunduk tidak berani menatap wajahnya.

"Papa selalu bilang sama kamu, jangan pernah pulang terlambat. Apa jangan-jangan kamu selalu pulang jam segini?"

Jiendra makin menunduk dalam. Benar dia selalu pulang malam, karena dirinya selalu diajak Daddy untuk berkeliling sekedar memberitahu dirinya tentang masa muda Daddy dan juga Papanya.

Sekuat tenaga Jaenar tidak menatap pria bermata sipit yang berdiri tepat di samping putranya. Namun semuanya gagal saat pria itu bersuara.

"Na, Jie pergi sama aku"

Sudah sekuat tenaga Jovan menahan suaranya untuk tidak berbicara. Namun ketakutan putranya membuat dirinya tidak bisa menahan diri.

Jaenar menatap Jovan dengan bersidekap dada. "Sementang lo Ayah biologisnya bukan berarti lo bisa ajak dia sesuka lo"

"Masuk Jie. Kalau besok Papa lihat kamu pulang larut Papa bakal homeschooling kan kamu"

"Na," Jovan mencoba mencoba menenangkan Jaenar. Dia tidak tahu harus berbuat apa, ini pertemuannya dengan Jaenar setelah belasan tahun.

Love mistake || NOMIN Where stories live. Discover now