Chapter Fifteen

1.7K 208 137
                                    

Aloha~

Akhirnya bisa balik nulis meski tugas masih bikin meringis. Tapi gapapa, minimal bisa bercengkerama dengan kalian kan. Hehehe

Please leave some comments and your thought on this chapter. Enjoy~

❄️
❄️
❄️

“You remember your first love because they show you, prove to you, that you can love and be loved, that nothing in this world is deserved except for love, that love is both how you become a person and why.”
—John Green—

Ketika terbangun, Jaehyun merasakan tubuhnya dihinggapi semacam sensasi yang tidak biasanya ia temukan selepas bercinta. Ia dapat tertidur pulas dan darah yang mengalir di tubuhnya berdesir dengan konstan serta sangat halus. Sentuhan yang ia berikan, tatapan yang Rose sematkan, serta segala macam perasaan yang mengikat mereka berdua benar-benar seperti candu. Rose begitu seksi dan mempesona; terutama saat ia memanggil nama Jaehyun dengan suara serak yang tertahan.

Ini sedikit aneh, tapi Rose senang mendengarkan Jaehyun bercerita di tengah pergumulan panas yang membuat seluruh tubuhnya menegang hebat. Rose akan duduk di pangkuan Jaehyun, melingkarkan kaki di sekitar pinggang sambil memeluk lehernya dengan erat, lalu menanyakan akhir kisah Rashkolnikov di tengah kegiatan yang membuat kepala berkabut. Tubuhnya sangat sensitif—bahkan Jaehyun dapat merasakan tubuhnya bergetar pelan saat tangannya menyusuri punggung halusnya secara vertikal. Pundak putihnya berwarna kemerahan saat Jaehyun meninggalkan begitu banyak kecupan di atas sana. Rambut panjangnya dibiarkan terurai berantakan saat tubuh mereka bersatu—sementara jemarinya bergerak di antara rambut Jaehyun yang halus.

Ada hal lain yang membuat benak Jaehyun dihinggapi perasaan asing—meski bukan dalam konotasi negatif. Sebanyak dua kali, Rose mengatakan jika ia mencintai Jaehyun. Dia bahkan menyanyikan sepenggal lirik lagu ketika napasnya lebih tenang—menambahkan senyuman dan ciuman sebelum kelopak matanya mengatup karena lelah: In the midst of madness, you’re the only sanity I want to kiss. Kedua tangannya tetap melingkar di antara lengan Jaehyun yang kokoh—membuat pria itu berdebar karena merasakan tubuh polos perempuan yang secara sepihak mendeklarasikan diri sebagai kekasihnya.

‘Kau masih mau menjadi kekasihku? Aku hanya ingin memastikan. Kalau begitu peluk aku dengan erat. Tidak perlu terlalu berhati-hati, aku cukup kuat. Lihat wajahku saja, aku malu karena telanjang seperti ini. Curang, kenapa kau hanya melepas bajumu? Tidak, aku belum bisa, tapi aku akan belajar jadi kekasih yang baik untukmu.’

Jaehyun bergumam saat jemarinya secara spontan menyelipkan rambut Rose ke belakang telinga, “This is bad, all I wanna do with you today is having that only.”

“Let’s grab some breakfast then do that again,” secara tak terduga Rose menyahut. Ia hanya bergerak sejengkal saat merasakan sakit yang membuatnya meringis. “My waist…”

“I’ll just end up hurting you then,” ucap Jaehyun seraya mengusap puncak kepala Rose dan meninggalkan kecupan di sana. Ia merentangkan kedua tangan, melakukan peregangan saat turun dari kasur, lalu berbalik dan melihat perempuan itu kembali tertidur. “See, you don’t even have that much energy left.”

“I’m just thirsty,” Rose melakukan pembelaan.

“Need something else?” tanya Jaehyun sambil duduk di tepian kasur—tangannya mengusap punggung Rose hampir seperti refleks yang tumbuh secara alami.

The Poem We Cannot ReadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang