Chapter Eighteen

1.5K 200 71
                                    

Halooo~

Chapter kali ini agak pedes, jadi buat yang nggak suka, boleh diskip 🙂🙂🙂

Selamat membaca~

❄️
❄️
❄️

“You will always be fond of me. I represent to you all the sins you never had the courage to commit.”
—Oscar Wilde—

Sekitar pukul sebelas malam, Rose yang baru merampungkan jadwalnya segera kembali ke kamar, lalu berbaring sendirian di atas kasur. Syuting hari terakhir berlangsung sedikit lebih lama—menguras lebih banyak energi sekaligus emosi karena MV director terus memintanya melakukan adegan yang sama berulang kali. Selain itu cuaca di luar juga sedikit lebih panas dan berangin; membuat debu beterbangan sehingga menyebabkan matanya berair. Terlepas dari segala macam peristiwa kurang menyenangkan yang terjadi dan seburuk apapun penilaian Jaehyun terhadap kota ini, Rose tetap menyukai London. Penilaiannya tidak akan berubah.

Ia belum membersihkan riasan di wajahnya karena terlalu malas bersentuhan dengan air. Selain itu Rose juga ingin segera menghubungi Jaehyun, ingin menceritakan seluruh hal yang dialaminya hari ini. Oleh sebab itu pula dia segera meraih ponsel, menggerakkan jempolnya ke menu ‘kontak’, lalu menghubungi nama teratas yang terpampang di layar. Rose menunggu selama beberapa detik sebelum mendengar suara berat milik sang kekasih.

“Kau belum tidur?” tanya Rose sambil melepas beberapa ikatan di rambutnya.

Dari sisi lain Jaehyun sedang duduk di atas kasur dengan kaki terjulur. Laptop yang menyala ditempatkan di atas pangkuan sementara punggungnya bersandar dengan dua bantal menyangga di belakang. Ia melepas kacamata yang biasa digunakan saat sedang bekerja, lalu mnegurut kening yang dijalari sensasi mencekit karena pening. “Aku tidak bisa tidur,” katanya sebelum meneguk air dari gelas yang kembali ia letakkan di samping kotak tissue.

“Sendirian?”

Jaehyun terkekeh pelan, “Kau mengharapkan perempuan lain tidur di sampingku saat ini? Aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku. Setelah ini aku akan tidur. Semuanya baik-baik saja? Apa harimu menyenangkan?”

“Sangat melelahkan tapi menyenangkan,” spontan Rose menjawab, bahkan nada suaranya kedengaran begitu ceria. Ia mulai menceritakan apa-apa saja yang dilaluinya selama dua hari terakhir kepada Jaehyun (mereka tidak mengobrol sampai saat ini karena sama-sama sibuk); turut menambahkan menu makan enak yang tidak bisa dihabiskan olehnya sendiri karena sedang diet. Bahkan dia juga membawa-bawa nama Baekhyun, mengatakan kalau pria itu bekerja dengan sangat baik terutama dalam hal menjauhkan Rose dari kejaran sasaeng. Ceritanya sontak membuat Jaehyun tertawa—terutama saat bagian kotoran burung jatuh ke muka MV director—meski tak lama kemudian topik obrolan bergeser ke arah yang sedikit melankolis. Kentara sekali jika saat ini Rose sedang khawatir, ini bukan kali pertama Jaehyun melewatkan jam tidur dan bekerja semalam suntuk. “Bekerja terlalu keras itu tidak baik untuk kesehatan. Aku juga punya jadwal yang padat, tapi sebisa mungkin aku akan tidur dan beristirahat. Jam berapa sekarang? Kurasa sekarang sudah pagi di Korea, aku mungkin menelpon di waktu yang kurang tepat.”

“Tidak sama sekali, malahan aku senang karena kau menghubungiku saat ini. Aku benar-benar merindukanmu.” Jaehyun menyahut tanpa basa-basi.

Rose menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Lampu utama di kamar ini memang sengaja tidak dinyalakan—dia tidak menyukai cahaya terang yang terlalu menyorot. Kedua kakinya dilipat ke atas, membuat telapaknya sejajar dengan punggung yang berbaring tegap. “Kau tahu apa yang kita butuhkan saat ini? Kehadiran satu sama lain dan juga pelukan. Menurutku kau bakal merasa lebih senang kalau aku ada di situ sambil menepuk pundakmu dan mengatakan, ‘Kau bekerja terlalu keras. Sekarang cepat ke kamar dan tidur.’ Tunggu, sekarang kau di ruang belajar atau di kamarmu?”

The Poem We Cannot ReadWhere stories live. Discover now