Aku dan Surat-Surat Dari Masa Depan

17 0 0
                                    


Pagi tadi seorang pak pos paruh baya datang ke rumahku.

Dengan motor vespa bututnya,dia menyerahkan surat kepadaku.

Dengan wajah terheran-heran,aku bertanya:

"Surat dari siapa pak?" Tanyaku.

Pak pos tua itu menggelengkan kepalanya,lalu menjawab:

"Saya tidak tahu,saya hanya bertugas menyerahkannya saja."

Lalu,dia pergi dengan menyelah dahulu vespanya itu.

Dengan tanda tanya besar di kepalaku,aku duduk di beranda rumah di atas kursi dari kayu yang sudah sangat tua.

Kusobek ujung amplop itu,lalu kupandang sebentar muka amplop itu.

Kosong,tidak ada nama pengirim ataupun alamat pengirim.

Kukeluarkan kertas itu,lalu kubaca dengan seksama.

Isinya adalah:

"Hai,salam kenal. Aku adalah dirimu di masa depan. Bagaimana kabarmu hari ini?

Begini,aku berkirim surat kepadamu dengan alasan,ingin tahu kabarmu. Apakah masih kuat-kuat saja?Ataukah sudah menyerah?

Begini,aku harap setajam apapun kerikil menusuk kakimu,sedingin apapun angin malam menusuk perutmu,dan sejahat apapun manusia lain menipumu. Aku berharap,kamu masih berdiri tegak,dengan mata yang tajam memandang ke depan ke sini.

Aku harap juga,kamu tidak pernah menyesal dengan pilihan yang kamu pilih sendiri. 

Memang begitulah hidup,penuh dengan pilihan yang mau tidak mau,pilih tidak pilih itu adalah pilihanmu sendiri. Apapun yang sedang kamu jalani sekarang,jalani saja dulu. Ikhlas tidak ikhlas,mau tidak mau,sulit atapun tidak. Jalani saja dulu,walau selama perjalanan itu kamu tidak menikmatinya,yang penting adalah nantinya perjalanan itu akan menjadi bagian sejarah dalam hidupmu.

Dan surat ini juga adalah surat permintaan maafku dariku,untukmu.

Maaf.

Karena sepertinya,kau akan kecewa berat dengan masa depanmu nantinya.

Maaf.

Karena sepertinya,akhir-akhir ini hatimu akan patah dan berdarah untuk kesekian kalinya lagi.

Maaf juga.

Bukan berarti usahamu,keringatmu dan air matamu yang jatuh itu tidak keras,atau tidak sungguh-sungguh. Namun sepertinya,inilah takdir yang sesungguhnya.

Bukan berarti juga aku tidak berusaha disini,namun seperti yang sudah aku katakan. Tuhan sudah menulis hari ini di lembaran hidupmu,dan aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Jangan kecewa,jangan bersedih,jangan patahkan punggungmu itu.

Ini bukanlah kesalahanmu,aku tahu. Aku pun menyesali waktu yang kubuang sia-sia di masa muda dulu. Namun mau bagaimana lagi. Beginilah nasibmu dan nasibku,beginilah juga takdirmu dan takdirku. Beginilah akhirnya.

Hanya satu yang harus kamu ingat-ingat,dan tempelkan kalimatku ini di jidatmu yang lebar itu.

Kamu dan aku adalah pemenang di setiap perjalanan yang kita lalui. Ingatlah itu.

Akhir kata,

Menangislah sekarang,jika memang itu harus.

Menangislah,sebelum air matamu itu mengering dan habis karena selalu kamu buang di setiap malam. Menangislah,sebelum rerumputan tumbuh di atas tempat tidurmu. Menangislah,sebelum negara melarangnya.

Sampai jumpa di masa depan." 

Benar saja,setelah kusobek surat itu tanpa diminta mataku menangis dengan sendirinya. Mungkin dia tahu,kekejaman apa yang akan dia hadapi.

Setelah aku menangis berjam-jam,aku sekarang menyumpahi pak pos tua itu agar dia celaka saja dalam pekerjaannya itu. Hatiku sekarang penuh dengan kebencian,kepada tukang pos tua sialan itu,juga kepada surat murahan itu.

Masa depan memang sialan. Penuh dengan sumpah serapah mulutku memikirkannya. 

Masa depan,sialan.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

#AKSARASEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang