13

18 13 2
                                    

Beberapa hari, hujan terus turun. Belakangan ini, Hana sering duduk menyendiri di tangga samping pintu belakang gedung kesehatan untuk menikmati hujan sambil mendengarkan lagu saat istirahat atau saat terjebak dan tidak bisa pulang, seperti saat ini.

Zara sebagai anak koperasi, hari ini sedang kebagian jadwal piket menjaga koperasi. Dara tadi terlebih dulu pulang menerobos hujan karena terpaksa harus segera ke rumah sakit menjenguk teman satu kostnya. Rahma lebih memilih diam di dalam kelas dan menunggu hujan reda.

"Sendirian aja."ucap seorang laki - laki yang tiba - tiba duduk di samping Hana. Ternyata ia adalah Danica.

"Sekarang ngga."jawab Hana singkat.

"Suka banget duduk sini kalo hujan ?"

"Nyaman aja. Gak banyak orang."

"Gue disini ganggu ?"

"Nggak."

"Na, lo kalo lagi sendiri gini suka tiba - tiba kepikiran suatu hal ga, sih ?"

"Kadang."

"Gue sering ngerasa gitu, Na. Banyak hal yang bikin gue ngerasa down. Kadang suka ngerasa capek aja ngejalanin hidup ini. Di mata orang hidup gue kayak sempurna, ya...memang sempurna. Tapi gak cukup untuk gue sebut layak dan bisa bikin gue seneng."

Hana terdiam. Tidak biasanya Danica menceritakan permasalahannya.

"Banyak orang bilang gue ini pendiem, tertutup, misterius atau apalah itu. Sebenernya gue gitu ya karena gue gak bisa menunjukkan, mengekspresikan atau menceritakan apa yang lagi gua rasain, yang lagi gua alamin. Gue pengen banget berbagi cerita hidup gue ke orang lain, tapi gue takut. Takut mereka gak ngerti sama yang gue rasain. Ya gue ga nuntun mereka buat ngerti perasaan gue, tapi seengaknya gue harap mereka bisa jadi good listener buat gue. Gue cuma mau didengar. Sekali aja. Selain itu, gue juga takut untuk percaya sama mereka. Takut mereka cuma sekedar penasaran sama kisah gue, bukan peduli sama gue."

"Dan...gue akui lo hebat banget. Di pahitnya hidup ini lo bisa bertahan sampe sejauh ini. Gue gak nyangka kalo ternyata lo punya ketakutan dalam hidup lo. Hidup ini emang gak ada yang sempurna, Dan. Tapi lo tau gak ? dengan hebatnya, lo bisa menutupi ketakutan itu dengan bersikap baik - baik aja di depan semua orang. Sampai - sampai banyak orang yang kagum sama kehidupan lo atau bahkan iri. Inget, Dan. Gak semuanya bisa lo pendam sendiri. Gue gaktau apa yang buat lo capek sama kehidupan ini dan juga takut untuk percaya sama orang lain. Tapi coba deh lo lihat sekeliling lo. Ada Andra, Bima, Zara yang gue yakin mereka peduli banget sama lo. Ada gue juga Dan disini. Insyaallah, gue bisa jadi pendengar yang baik buat lo. Kalo lo pengen cerita, lo butuh saran, lo butuh tempat buat berkeluh kesah tentang kekesalan lo, cari gue. Gue siap menerima semuanya dari lo. Gue bakal ada buat lo kapan pun lo butuh."

"Thanks, Na."ucap Danica lemah. Perlahan kepalanya tersandar pada pundak kecil milik Hana.

"Bentar aja, Na."ucapnya lagi.

Hana tersenyum kecil. Hatinya sedikit teriris melihat sosok Danica yang begitu dingin ternyata memiliki rasa sakit yang cukup besar."Lama juga gapapa, sampai lo ngerasa baikan. Pundak gua siap jadi sandaran buat lo." Keduanya larut dalam keheningan sambil menatapi hujan yang turun semakin derasnya.

"Na..."ucap Danica lirih.

"Iya ?"

"Waktu itu kamu beneran bercanda ?"

"Maksudnya ?"

"Kamu suka sama aku. Itu bercanda atau serius ?"

Hana terdiam sejenak. Ia bingung harus menjawab apa.

"Aku seneng kalau itu serius."

"Hm ? Maksudnya ?"

"Kamu beneran gak paham atau gimana, Na ?"

CUPID AMÓRWhere stories live. Discover now