PART 11. PEDRO

151 27 26
                                    

*11.


( A/n. Sebagian isi part ini fiksi. Tidak berhubungan dengan siapapun di dunia nyata.

Jika ada kejadian, nama, tempat itu murni kebetulan. Tidak bermaksud merendahkan, menyepelekan, atau meremehkan siapapun dan apapun. Murni untuk literasi🙏 )

Haidar berlari menyusuri jalanan yang remang-remang. Bersaing dengan nokturnal yang berkeliaran. Bersenandung riuh. Menyanyikan kidung dengan bahasa cinta mereka. Bertolak belakang dengan diurnal yang meraup dengkur berselimut mimpi.

Kemana bayangan itu? Tak mungkin kan tiba-tiba seperti lenyap ditelan bumi seperti Pedro?

Haidar celingak-celinguk. Mengapa tak ada seorangpun melintas? Ini sebenarnya jam berapa? Terlalu malamkah?

Lorong yang temaram dengan lampu-lampu pasi, tanpa seorangpun melintas, rumah-rumah yang tertutup. Hanya energi gelombang elekromagnit yang kasat mata dan merambat tanpa medium menyinarinya ; cahaya. Dari sorot mobil yang satu-satunya melintas. Haidar menepi karena silau.

Hingga mobil itu berlalu. Haidar masih terpaku. Menatap aspal hitam yang seolah beku.

Matanya masih nyalang menjamahi tiap sudut jalan sunyi. Lampu-lampu yang yang masih pias, daun-daun yang meranggas seperti di musim gugur. Seolah guyuran rinai tak mampu menyuburkannya. Angin dingin yang mengiris nurani. Haidar harus kembali. Ia melupakan sosok yang terbujur di altar beku. Anyir darah. Jangan-jangan ...

Haidar berlari bak kesetanan kembali ke rumah Rosmery. Apa yang terjadi? Berjubin tanya tak terbongkar dan mengakar. Jawabannya hanya satu. Bongkar!

Tapi?
Apa yang ia dapati saat kembali? Rumah yang masih terang benderang. Alan yang bermain lato-lato di teras bersama Kenzo sahabatnya. Entah sambil membahas apa. Tergelak ngakak. Apa yang mereka tertawakan? Tumbukan lenting sempurna ? Kekekalan momentum? Di mana momentum benda sebelum dan sesudah tumbukan yang sama terjadi? Entahlah.

Andai benar sebagian lampu mati, andai benar ada sosok yang terbujur kaku, andai benar ada anyir darah, tak mungkin kan mereka tertawa?

Atau mereka tak tahu apa-apa karena belum masuk ruang tengah? Di antara suara lato-lato yang saling berbenturan bolanya Haidar berlari masuk ruang tengah. Dan ...

"Sayang, kata Alan kamu tidak makan siang," ucap Rosmery begitu melihat kekasihnya datang.

Glek!

Haidar menelan ludah. Rosmery cantik dengan daster rumahan dan rambut di jepit acak. Sedang sibuk menata meja makan.

Terang benderang. Tak ada lampu mati. Tak ada sosok terbujur. Tak ada anyir darah. Bermimpikah Haidar? Jika iya. Mengapa ia terjaga? Atau tadi ia mengalami sonabulisme? sleepwalking? Dan sekarang ia terbangun dengan sendirinya?

"Eh, iya. Aku tadi cari angin," Haidar menjawab sekenanya sambil garuk-garuk kepala. Menurut saat Rosmery memintanya segera makan. Nanti bisa masuk angin jika telat.

Andai saja Ningrum istrinya memperlakukannya seperti ini ada dan tiada rupiah? Andai Ningrum bisa mengontrol emosinya ketika kekurangan ekonomi mencekiknya?

Suara baling-baling kipas tua di atas langit-langit yang berputar karena energi listrik di ubah menjadi energi gerak terdengar jelas.

Menyantap ayam panggang bumbu rujak dengan urap daun pepaya Haidar masih di rundung bingung. Pikirannya berputar-putar. Seperti prinsip bernouli.

Yang membuat kipas berputar dengan cara memanfaatkan tekanan antara di bagian depan dan bagian belakang baling-baling hingga mendorong fluida udara di sekitarnya.

𝔼𝕊𝕋𝔸𝔽𝔼𝕋 𝕋𝕆𝕏𝕀ℂ ( ℍ𝕚𝕒𝕥𝕦𝕤 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang