Bab 15

87.1K 8.9K 226
                                    

Begitu masuk ke dalam mini market Almira mengambil keranjang. Ia berjalan menyusuri rak yang berbeda. Ada beberapa minuman botol, cemilan, mie instan, dan beberapa makanan instan lainnya yang dimasukkan Almira ke dalam keranjang belanjanya. Cukup banyak sampai membuat keranjangnya penuh.

Almira memang jarang sekali memasak. Waktu luangnya biasa digunakan untun beristirahat. Untuk masalah makanan ia lebih sering pesan online. Kadang kalau malas pesan online, ia membuat makanan instan yang ada di apartemennya. Lebih praktisa dan menghemat waktu. Tentu saja menghemat uang juga, walaupun ia tahu makanan instan tidak baik untuk kesehatan.

"Sehat banget," ucap Radit saat melihat isi keranjang Almira.

Almira nyengir. Tahu banget ucapan yang keluar dari mulut Radit adalah kalimat sarkas yang ditujukan untuk makanan yang ia ambil.

Sebelum membayar semua belanjaannya ke kasir, Almira mengambil ice cream. Selesai membayar semuanya, ia keluar dan duduk di bangku yang ada di depan mini market. Selagi menunggu Radit yang sedang membayar, ia membuka bungkus ice cream-nya dan mulai memakannya.

Suasana jalanan pada jam sepuluh cukup sepi. Hanya ada satu atau dua kendaraan yang melintas di depannya. Saat mendongakkan kepalanya ke atas, Almira mendapati langit mulai mendung.

"Kamu ngapain?"

Almira menoleh dan melihat Radit sudah berdiri di sebelahnya. "Makan ice cream." Saat laki-laki itu akan melangkah pergi, Almira kembali membuka suaranya. "Tungguin aku, Mas. Tunggu aku selesai ngehabisin ini," lanjutnya.

Radit menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah Almira. Tanpa mengatakan apapun ia menarik kursi plastik di depan Almira dan langsung mendudukinya.

"Mas, kenapa kalo lagi nggak bahas soal kerjaan ngomongnya selalu pendek-pendek."

"Capek ngomong."

"Apa capeknya sih, Mas? Kan tinggal buka mulut doang."

"Hmmm...."

"Nah kan, kumat. Jawabnya kayak gitu lagi."

"Makannya cepetan."

Bukannya menuruti perkataan Radit, justru Almira makin memperlambat menjilati ice cream-nya. "Mas, buka cafe udah berapa lama?"

"Udah lama."

Almira berdecak, kesal dengan jawaban Radit. "Maksudku tuh dari tahun berapa?"

"Mungkin udah empat tahun."

Almira manggut-manggut. "Cafenya bagus, aku suka nongkrong di sana. Semenjak tinggal di apartemen, tempat nongkrong paling enak emang di Mood Cafe. Harga makanannya terjangkau, rasanya enak, suasana tempatnya juga bagus."

"Makasih."

"Gak ada niatan buka cabang, Mas?"

"Ada."

"Oh ya?" tanya Almira antusias.

Radit mengangguk.

"Tetap di Surabaya atau kota lain?"

"Masih lihat-lihat dulu. Sudah ada beberapa pilihan, tapi nggak bisa segampang itu buat buka cabang."

Almira menopang dagu dengan tangannya. "Mas Radit kaya juga ya sampe bisa buka cabang cafe."

"Iya."

Almira hanya bisa berdecak mendengar jawaban Radit. Memang tidak ada yang bisa diharapkan dari mengajak ngobrol Radit. Selesai menghabiskan ice cream-nya, ia mengajak Radit untuk kembali ke apartemen.

Knock, Knock! (Completed)Where stories live. Discover now