Bab 23

85K 9.9K 529
                                    

Sekitar jam lima sore Almira menutuskan untuk pulang. Karena Gisel tidak naik mobil, ia menawari untuk mengantar temannya pulang ke rumah. Baru saja Gisel naik ke mobilnya, ternyata pacar Gisel menelepon dan meminta untuk bertemu. Mau tidak mau Gisel turun dari mobil dan tidak jadi diantar pulang oleh Almira.

Sepanjang perjalanan pulang, tubuh Almira terasa lelah. Padahal kegiatannya cuma itu-itu aja. Semakin bertambah umur, memang energinya tidak sepenuh dulu. Ia sekarang mudah lelah dan memilih untuk tidur kalau tidak ada kegiatan yang penting. Selain menghemat energi, ia juga bisa menghemat keuangan.

Bicara soal keuangan, semenjak pacaran dengan Radit keuangan Almira sedikit terbantu. Bagaimana tidak, setiap hari Radit selalu mengirmkannya makanan. Kalau tidak mengirimkan makanan, Radit mengajaknya keluar untuk cari makan. Satu bulan bersama Radit, ia tidak pernah merasa kelaparan sama sekali.

Almira yang baru keluar lift sudah melihat Radit berdiri di depan pintu apartemennya. "Ngapain Mas?" tanyanya menghampiri Radit.

"Nungguin kamu."

"Udah dari tadi?"

"Iya."

Almira membulatkan bibirnya saat ia hendak membuka pintu apartemennya, ia kembali mendengar suara Radit.

"Kok baru pulang?"

Almira mengurungkan niatnya untuk membuka pintu lalu menatap ke Radit. "Habis makan ice cream sama Gisel," jawabnya. "Sepupunya Mas Radit," lanjutnya yang membuat Radit menampilkan ekspresi terkejut.

"Kok kenal?"

"Temen sekolah. Aku duluan kenal Gisel daripada Mas Radit," jawab Almira sembari melanjutkan membuka pintu apartemennya. "Mau masuk nggak?"

Tanpa menjawab Radit langsung masuk ke apartemen Almira. Ia duduk di sofa tanpa dipersilakan lebih dulu.

Almira ikut duduk di sebelah Radit. Ia menghadapkan tubuhnya ke Radit dengan kedua tangan dilipat di depan dada. "Mas Radit kenapa pergi ke Jakarta nggak ngasih tau aku? Bilangnya pacaran, tapi Mas Radit nggak pernah ngasih kabar ke aku sama sekali. Aku ini pacar atau cuma pajangan?" Almira langsung mengeluarkan segala emosinya yang dari tadi ia pendam.

Radit hanya diam menerima semua omelan dari Almira.

Melihat Radit yang masih diam saja, ia kembali melanjutkan untuk menumpahkan segala keluh kesahnya. "Apa susahnya sih ngabari kalo mau pergi ke Jakarta. Kalo emang nggak bisa nelfon, paling nggak chat aku," ucapnya dengan menatap Radit tajam. "Kalo nggak dikasih tau sama Bu Ayu, aku juga nggak bakal tau kalo Mas Radit pergi ke Jakarta."

"Maaf."

"Kapan Mas pergi ke Jakarta?"

"Tadi pagi."

"Kok cuma bentar?"

"Karena emang nggak lama."

"Kenapa sih nggak ngasih tau dulu? Buat apa punya hp bagus tapi nggak dipake? Buang aja tuh hp kalo nggak ada gunanya."

Radit menghela napas pelan. "Sudah marahnya?" tanyanya dengan lembut.

Mendengar nada suara Radit malah membuat Almira mencebik kesal. Seakan-akan ia menjadi pacar cerewet yang minta dikabari setiap saat. Padahal ia hanya ingin dikabari setidaknya sehari satu kali.

"Aku waktu itu udah bilang ke kamu," ucap Radit kalem. "Bahkan aku udah ngajak kamu juga."

Almira melotot. "Kapan?!" pekiknya keras. Ia tidak mungkin melupakan hal-hal kayak gitu.

"Waktu kita makan di Royal."

Almira menggeleng-gelengkan kepalanya. "Mas Radit nggak ngajak aku," bantahnya.

Knock, Knock! (Completed)Where stories live. Discover now