02. imbas ayah

70 2 0
                                    

Luna berjalan menuju rumahnya,baru saja ia pulang dari sekolahnya, ia tersenyum pada semua orang yang berlalu lalang dijalan. Saat sedang menikmati angin sore yang menghembus kewajah cantiknya,ia mendengar suara motor yang berlalu lalang dengan kebut diatas rata rata. Luna menggelengkan kepalanya melihat itu, tapi ia mengubah expresi wajahnya saat melihat kendaraan melaju cepat dari arah berlawanan, Luna menutup mulutnya lalu berlari kearah lelaki yang terus menerus menggas sting motornya itu. Luna berteriak lalu mendorong motor lelaki itu dengan dorongan kaki nya.

"AWASSSS!" Luna berteriak, para warga atau orang yang melihat itu otomatis melihat kearahnya. Tapi naas pemuda itu tetap terjatuh walaupun luka ditubuhnya tak begitu parah tetapi pemuda itu kehilangan kesadarannya. Luna memesan ambulance dan pergi dari sana, karena takut ayahnya akan marah.

***

"Dari mana kamu?" suara dingin Dean,ayah luna,menyapu indra pendengarnya.

"Luna abis tolongin orang kecelakaam ayah" Jawab gadis itu seraya menunduk takut.

"Kamu sampai kapan membuat saya muak! apa kamu tidak punya otak? MASUK KEKAMAR MU! BELAJAR!! DAPATKAN PERINGAT PERTAMA TAHUN INI ANAK SIALAN!" Dean memaki Luna lalu mendorong Luna kasar. Luna berjalan menaiki tangga air matanya luruh begitu saja. Terlihat bukan? Luna itu lemah dan rapuh. Luna itu berpura pura bahagia. Luna itu munafik!

Setelah berganti baju Luna mendudukan diri, dibangku belajarnya lalu ia membuka buku diary miliknya, ia menulis semua kejadian yang menimpanya hari ini. Setelahnya baru ia menlanjutkan diri dengan belajar, sesuai apa yang diminta sang ayah. Hanya saja Luna merasakan capek.

Rumah bagi luna bukanlah rumah untuk pulang dan memberi cinta satu sama lain, melainkan tempatnya meneteskan air mata dan air mata itu berasal dari rumah.

Luna sadar ia hanya anak yang kehilangan peran, Luna sadar bahwa ia tak sempurna dimata ayah dan bundanya.

Tanpa sadar gadis rapuh itu kembali meneteskan air mata nya. Liat lah gadis itu runtuh, dada nya terasa sesak, ia berjalan kearah cermin lalu menatap dirinya dalam dalam.

"Seburuk itu ya gue? sampai sampai tuhan yang ciptain gue aja gaperduli" lirihnya kembali meneteskan air mata.

"Gue ga kuat" lirihnya lagi.

Rumah?
Tak ada nama itu dalam hati dan pikiran seorang anak yang selalu dituntut nilai
Tak ada spesial pun dari rumah, rumah hanya tempat pulang seseorang tapi tak semua orang memilikinya.
Rumah yang mungkin Luna pahami hanya rumah tempat berteduh, dari kepanasan dan kehujanan.
Bukan rumah yang memberi kasih sayang dan cinta, itu semua jelas tak ada!

Luna itu tidak didengar, tidak dilihat, dan tidak diinginkan. Itu memang kenyataan.

Lagi dan lagi gadis itu menangis dengan sesegukan, wajar ia tak punya rumah untuk pulang. Tak punya ayah dan bunda, walaupun mereka masih ada, tapi ia bukan salah satu peran diantara mereka bukan?

"Huh" Gadis itu menghela nafas, haha sesak rasanya bukan? memang ini hanya makanan nya sehari hari.

"Gue kuat! apasih nangis nangis gajelas! kan jelek jadinya, luna lo tuh rapuh banget sih? lo tuh" ia tak melanjutkan kata katanya dada nya sesak. Gadis bodoh itu menyemangati dirinya sendiri.

Ia hanya ingin rumah yang isinya ramah dan teduh, bukan amarah dan gaduh.

Tidak jarang juga anak hancur karena orangtua, tapi lihatlah anak perempuan yang terlihat menyakitkan dan pilu terlihat betapa sakitnya diri nya saat ini dan itu karena orang tua.

Ternyata dugaannya benar, Semesta tak mau ia bahagia, terlihat begitu jelas. Bahkan bebatuan dijalanan akan menunjukan kesialan yang ditimpa Luna. Haha kasian Gadis rapuh ini.

***
Ada feelnya ga sih?
Kalo ada yang kurang bisa tambahin dkomen ya!

See you next chapter..


FRAGIL (end)Where stories live. Discover now