BAB 1 •Aku, Kamu dan Cinta

69 3 0
                                    

Ada beberapa momen yang dibenci orang-orang, salah satunya adalah perpisahan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Ada beberapa momen yang dibenci orang-orang, salah satunya adalah perpisahan.

Terlalu sering bertemu dengan perpisahan terkadang membuat seseorang menjadikan momen memilukan itu adalah hal yang biasa, sebab teramat sering kata perpisahan itu menyapa. Salah satu contohnya adalah Ellia. Ia baru saja diputuskan oleh pacarnya. Lagi.

Untuk ukuran seseorang yang baru saja diputuskan sang pacar, Ellia sama sekali tidak terlihat layaknya orang yang sedang patah hati. Ellia justru merasa bersyukur karena bisa bebas dari makhluk cabul seperti Bimo—mantan pacarnya beberapa menit lalu.

Sesaat setelah Bimo minta putus, tanpa basa-basi Ellia mengiyakan permintaan itu. Rasanya Ellia ingin tertawa saat melihat reaksi Bimo, dikira Ellia akan mengemis-ngemis agar tidak diputusin kali ya?

Perpisahan yang membuat Ellia justru merasa senang, tapi juga sedih. Sedih karena baru menyadari sesuatu. Pertama, beberapa cowok yang sempat menjadi pacarnya satu bulan ini hanya sekadar bermain-main. Tidak ada satupun yang benar-benar tulus mencintainya. Cinta mereka itu cuma tong kosong nyaring bunyinya. Bulshit.

Dan kedua, Ellia kembali gagal. Gagal menghapus perasaannya untuk Alga, seperti permintaan pria itu saat meneleponnya malam-malam, di hari yang sama setelah Ellia menyatakan perasaannya.

“Kita nggak bisa, El.”

Suara Alga malam itu kembali terdengar mengalun di ingatannya.

“Nggak bisa apa?”

Waktu itu Ellia jelas bingung, karena Alga tiba-tiba mengatakan kalimat tersebut sesaat setelah Ellia menggeser tombol hijau di layar ponselnya.

“Kita nggak bisa—bukan, bukan kita, tapi gue yang nggak bisa.”

“Iya, nggak bisa apa?”

“Gue nggak bisa sama lo.”

Ellia diam. Rupanya Alga meneleponnya malam-malam hanya untuk membahas tentang pernyataan cintanya tadi sore.

“Kenapa? Karena gue sahabat lo?” sindir Ellia, merujuk pada salah satu alasan penolakan Alga. Sahabat? Cih, rasanya Ellia ingin mengutuk kata sahabat yang tersemat di antara mereka.

Di ujung sana, Alga masih sibuk dengan keheningannya. Hingga kemudian ada satu hembusan napas berat yang terdengar jelas di telinga Ellia, seolah pria itu mencoba melepas beban berat yang sedang mengikatnya.

“Lupain gue, El. Lupain perasaan lo buat gue.”

Ellia diam. Perasaannya tiba-tiba menjadi campur aduk. “Kenapa?”

“Karena gue nggak bisa balas perasaan lo.”

Ellia mendengus dengan senyum samar di bibirnya. Nertanya menatap awan yang menutupi langit Jakarta dari halte tempatnya bernaung saat ini. Hembusan napasnya terasa berat. Perasaan kecewa dan sakit hati itu masih ada ketika Ellia harus kembali mengingatnya malam itu.

30 DaysWhere stories live. Discover now