BAB 4.3

25 3 0
                                    

Ada banyak sekali orang yang lebih memilih larut bersama kubangan luka, mempertahankan hubungan yang jelas-jelas pondasinya sudah hancur lebur

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ada banyak sekali orang yang lebih memilih larut bersama kubangan luka, mempertahankan hubungan yang jelas-jelas pondasinya sudah hancur lebur. Cintanya pun sudah surut tergerus oleh angin laut. Sudah tidak ada lagi harapan. Dan pilihan yang tersisa hanya tinggal satu.

Apa?

 Merelakan.

Tapi sepertinya kata ‘merelakan’ itu tidak ada dalam kamus hidup Tiwi.

Selama masih bisa dipertahankan, maka tidak ada salahnya untuk tetap bertahan walau sulit. Berteman dengan rasa sakit, seraya menelan kenyataan meski pahit.

Atau jika harus dikatakan mungkin akan seperti ini:

‘Yaudah iya. Nggak apa-apa kamu yang mundur, biar aku yang berjuang sendirian.’

Memang benar, tidak ada salahnya berjuang meski sendirian, tapi adakah jaminan perjuangan itu akan memberikan hasil yang sepadan? Hasil yang diinginkan?

Rasanya, terlalu tidak adil jika kata ‘tulus’ dibalas dengan sebuah ‘penghianatan’, layaknya sebuah pepatah yang mengatakan: air susu dibalas air tuba.

“Itu nggak bener, kan? Leon nggak mungkin selingkuh, kan, Wi?”

“Gue juga berharap kayak gitu.” Dan jawaban Tiwi mengawali kebenaran yang selama ini cewek itu sembunyikan dari ketiga temannya.

Penjelasan Tiwi yang membenarkan perselingkuhan Leon dengan Rebecca—mantan cowok itu sekaligus sahabatnya Stella—menjadi tanda tanya besar bagi Ellia, Indah, terutama untuk Sitha. Dan fakta yang mengejutkan adalah, rupanya diam-diam Tiwi sudah mengetahui perselingkuhan itu yang sudah terjadi selama dua bulan ini. Dan pertengkaran yang terjadi di kantin beberapa saat lalu adalah karena semuanya bermula dari kiriman foto-foto kebersamaan antara Leon dan Rebecca yang dikirimkan oleh seseorang selama dua bulan itu, dan yang baru diketahui Tiwi ternyata orang yang mengirimkan foto-foto itu tak lain adalah Stella.

Ellia sempat heran, bagaimana bisa sosok cewek sempurna seperti Tiwi bisa diselingkuhi? Hingga ia pun mulai menyadari sesuatu.

Good looking, baik, pintar, pengertian, dan setia. Ternyata semua hal itu bukanlah jaminan untuk membuat pasangan memberikan feedback-nya yang sama pula.

Dan meskipun sudah mengetahui perselingkuhan itu, tapi dengan mudahnya Tiwi berkata:

“Gue nggak apa-apa, kok.”

Ellia, Sitha dan Indah pun saling melempar pandang tidak habis pikir karena tidak ada tanda-tanda kesedihan dalam raut wajah Tiwi. Namun, mereka paham betul kalimat yang baru saja dilontarkan oleh Tiwi hanyalah tameng agar orang diluar teritorinya tidak mengetahui bagaimana kekalutan yang ada di dalamnya. Karena mereka percaya bahwa:

‘Nggak apa-apa’ dalam kamus perempuan itu adalah kebohongan besar. Realitanya, kata ‘nggak apa-apa’ adalah kamuflase paling klise untuk menutupi fakta bahwa dia sedang ‘nggak baik-baik aja’.

30 DaysWhere stories live. Discover now