BAB 6 •Cemburu

30 3 2
                                    

Kamu adalah bagian dari bentuk fatamorgana yang nyata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamu adalah bagian dari bentuk fatamorgana yang nyata. Tampak jelas berada di depan mata, tapi tak tersentuh saat aku berusaha menggapainya.

****

Setelah menghabiskan hampir 4 jam mengunjungi beberapa toko tanaman dan  memilah-milah, akhirnya Alga dan Ellia pulang membawa berbagai tanaman hias, bibit bunga dan juga benih bunga. Kini keduanya sedang bersantai di ayunan kayu halaman belakang rumah Ellia.

Kepala Ellia bergerak miring ke kiri sambil memangku cup es krim berukuran 350 ml. Netranya memperhatikan bibit dan benih bunga yang sudah mereka tanam di sepanjang pinggiran tembok dengan raut penasaran. “Kira-kira berapa lama mereka bisa berbunga, ya?”

“Tergantung dari jenis bunganya.”

Ellia menoleh ke arah Alga yang duduk di sampingnya dengan jarak yang hanya terpaut 35 sentimeter. “Kalo bunga matahari?”

“Mungkin sekitar 80 sampai 120 hari.”

“Lama banget.”

Alga tersenyum geli mendengar decakan pelan Ellia, kemudian ia berkata, “Di dunia ini nggak ada yang instan, El. Semua makhluk hidup pasti memerlukan waktu untuk mereka bisa berkembang sampai akhirnya bisa menikmati hasil. Contohnya, mie yang katanya instan aja harus kita masak dulu untuk bisa dimakan.”

Ellia mendengus dan mengalihkan pandangan, lalu kembali menikmati es krimnya. Tiba-tiba ia tersenyum ketika membayangkan halaman belakang rumahnya dihiasi dengan berbagai macam bunga. Meskipun tidak akan sebanyak bunga di rumah Oma Riana yang hampir memenuhi sebagian halaman, setidaknya halaman belakang rumahnya tampak hidup, tidak seperti sekarang. Terlihat monoton seolah tidak ada tanda-tanda kehidupan, karena memang tidak ada waktu baginya maupun bagi Flora untuk menghias halaman. Hari libur pun dihabiskan hampir seharian di luar, kalaupun sedang di rumah, paling sibuk di kamar masing-masing. Terlebih lagi Flora yang selalu disibukan dengan dunia perkuliahannya. 

Ellia menghembuskan napas seraya menyapu pandangan ke seluruh penjuru halaman. Tidak ada yang menarik. Mungkin yang terlihat mencolok hanyalah rumput hijau yang menutupi seluruh area pekarangan. Pagar tembok pun terlihat ditumbuhi lumut yang hampir mengering di beberapa bagian saking tidak pernah tersentuh. Sepertinya nanti Ellia harus membersihkannya dan menambahkan tanaman rambat di sana.

“El.”

Panggilan Alga membuat Ellia teralihkan dari pengamatannya. “Iya?”

“Lo masih inget sama Gabe?”

Pertanyaan Alga berhasil membuat kening Ellia mengernyit. Bingung. “Siapa?” tanyanya.

“Sepupu gue,” jawab Alga. “Waktu kecil lo pernah bikin dia nangis gara-gara mainan legonya lo hancurin.”

Kening Ellia semakin mengernyit dalam. Berusaha mencari-cari kenangan masa kecilnya di memori ingatan.

Gabe?

30 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang